Ketika mendengar kata “Sphinx”, pikiran kita langsung melayang ke padang pasir Giza, Mesir, di mana patung berkepala manusia dan berbadan singa itu berdiri megah. Selama ini, narasi resmi arkeologi menyatakan bahwa Sphinx dibangun pada masa Firaun Khafre sekitar tahun 2500 SM. Namun, bagaimana jika sejarah itu keliru? Bagaimana jika Sphinx sebenarnya jauh lebih tua, dan mungkin bahkan bukan berasal dari peradaban Mesir kuno seperti yang kita kenal?

Inilah inti dari “teori yang dilarang” — sebuah hipotesis yang menantang arus utama egiptologi dan membuka kemungkinan adanya peradaban maju yang hilang sebelum Dinasti Mesir.
Kontroversi Usia Sphinx: Bukti Erosi Air
Kunci dari teori ini terletak pada pola kerusakan yang terdapat pada badan Sphinx. Seorang geolog asal Prancis, Dr. Robert M. Schoch, menjadi pionir dalam teori kontroversial ini. Pada awal 1990-an, Schoch menyatakan bahwa pola erosi pada badan Sphinx dan dinding enclosure (parit) di sekitarnya tidak konsisten dengan erosi akibat angin dan pasir.
- Erosi Angin vs. Erosi Air: Erosi angin dan pasir cenderung meninggalkan pola yang tajam dan bergaris. Sebaliknya, badan Sphinx menunjukkan pola erosi yang dalam, bergelombang, dan berlubang. Pola seperti ini, menurut Schoch, adalah ciri khas erosi air, khususnya dari curah hujan yang deras dan berkelanjutan.
- Iklim Mesir Kuno: Masalahnya, wilayah Giza telah menjadi gurun pasir yang sangat kering selama setidaknya 5000 tahun terakhir. Untuk menyebabkan erosi sehebat itu, daerah tersebut harus mengalami periode hujan lebat yang panjang. Periode cuaca seperti itu terakhir kali terjadi di Mesir pada era Neolitik Subpluvial, sekitar 10.000 hingga 5.000 tahun yang lalu.
Kesimpulan Schoch mengguncang dunia arkeologi: Sphinx bisa berusia antara 7.000 hingga 10.000 tahun, jauh lebih tua dari piramida di sekitarnya. Usia ini menempatkan pembangunan Sphinx pada era pra-dinasti, bahkan mungkin pada zaman es terakhir.
Siapa yang Membangun Sphinx yang Lebih Tua Ini?
Jika Sphinx memang lebih tua dari peradaban Mesir kuno, lalu siapa arsiteknya? Teori-teori alternatif pun bermunculan, yang sering dianggap “terlarang” karena dianggap spekulatif dan tidak ilmiah oleh arkeolog mainstream.
- Peradaban yang Hilang (Seperti Atlantis): Teori paling populer adalah bahwa Sphinx adalah peninggalan dari peradaban maju yang hancur oleh bencana global besar, seperti Zaman Es terakhir atau peristiwa banjir besar. Kisah Atlantis yang disebutkan oleh Plato (sekitar 9.600 SM) sering dikaitkan dengan ini. Para penyintas dari peradaban yang hilang inilah yang diyakini telah mewariskan pengetahuannya kepada bangsa Mesir awal.
- Teori Bencana Air Massif: Beberapa peneliti, seperti Graham Hancock dan Randall Carlson, menghubungkan erosi pada Sphinx dengan peristiwa bencana global yang cepat, seperti banjir besar akibat pencairan es atau dampak komet. Peristiwa ini bisa menyebabkan hujan super lebat dan banjir bandang yang mampu mengikis batu kapur Sphinx dalam waktu singkat.
- Revisi Sejarah Mesir: Teori ini tidak serta merta menyatakan Sphinx “bukan dari Mesir”, tetapi lebih menekankan bahwa peradaban Lembah Nil jauh lebih tua dan lebih maju daripada yang tercatat dalam sejarah. Sphinx mungkin dibangun oleh budaya yang belum teridentifikasi, yang kemudian diadopsi dan dipugar oleh Firaun-firaun dinasti seperti Khafre.
Bantahan dari Arkeologi Mainstream
Tentu saja, teori usia tua Sphinx ini tidak diterima begitu saja. Egiptolog menawarkan bantahan-bantahan kuat:
- Konteks Arkeologis: Tidak ada artefak atau bukti lain yang ditemukan di sekitar Giza yang mendukung keberadaan peradaban maju pada 10.000 tahun yang lalu.
- Kesamaan Gaya: Gaya seni dan ikonografi Sphinx sangat cocok dengan seni Kerajaan Lama Mesir, terutama dalam penggambaran Firaun sebagai singa.
- Penanggalan Alternatif Erosi: Beberapa ilmuwan berargumen bahwa erosi “seperti air” itu bisa disebabkan oleh embun pagi, air tanah, atau pelapukan garam, bukan necessarily hujan lebat di masa lalu.
Kesimpulan: Misteri yang Belum Terpecahkan
Teori bahwa Sphinx bukan dari Mesir dalam konteks peradaban yang kita kenal, atau setidaknya jauh lebih tua, tetap menjadi salah satu misteri terbesar dunia kuno. Meskipun dianggap “terlarang” dan kontroversial, teori ini memaksa kita untuk mempertanyakan ulang narasi sejarah yang telah mapan.
Bukti geologis dari erosi air adalah tantangan serius yang belum sepenuhnya terjawab oleh arkeologi mainstream. Apakah Sphinx adalah monumen bisu yang menyaksikan kebangkitan dan kejatuhan peradaban yang hilang? Ataukah hanya sebuah mahakarya Mesir kuno yang usianya salah dibaca?
Sampai ada bukti yang lebih definitif, Sphinx akan terus berdiri di padang pasir, menyimpan rahasia usia sebenarnya yang mungkin selamanya mengubah pemahaman kita tentang sejarah umat manusia. Misteri ini mengajarkan kita bahwa sejarah mungkin lebih dalam, lebih kompleks, dan lebih menakjubkan daripada yang tertulis di buku pelajaran.