Prasasti Sangguran: Pesan Gaib dari Mojokerto

Dalam lereng Gunung Kawi, Mojokerto, tersimpan sebuah cerita batu yang bisu namun berbicara sangat lantang tentang kejayaan Nusantara. Prasasti Sangguran, atau yang juga dikenal sebagai Prasasti Minto, bukan sekadar batu bertulis biasa. Ia adalah sebuah mahakarya sejarah, sebuah dokumen hukum dari masa lalu, dan sekaligus sebuah misteri yang menyimpan “pesan gaib” tentang kompleksitas peradaban Jawa kuno. Perjalanannya dari sebuah desa terpencil di Jawa Timur hingga ke Skotlandia dan kembali menjadi perhatian dunia adalah sebuah epos yang memukau.

Prasasti Sangguran

Mengenal Prasasti Sangguran: Identitas dan Ciri Fisik

Prasasti Sangguran adalah sebuah prasasti berbentuk batu andesit yang dipahat pada tahun 928 Masehi (850 Saka) pada masa pemerintahan Raja Rakryan Wawa Kahulunan, seorang penguasa dari Kerajaan Medang (Mataram Kuno). Prasasti ini memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar 126 cm, dan tebal 88 cm, dengan permukaan yang dipenuhi tulisan dalam aksara Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta.

Yang membedakannya dari prasasti lainnya adalah keberadaan “telapak kaki gajah” (gajapada) di bagian puncaknya, sebuah simbol yang penuh makna spiritual dan kekuasaan. Simbol ini sering dikaitkan dengan kendaraan dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu dan Buddha, menandakan betapa pentingnya isi prasasti ini.

Isi dan Makna Historis Prasasti Sangguran

Inti dari Prasasti Sangguran adalah sebuah perintah sima, yaitu penetapan status tanah perdikan atau swatantra untuk daerah Sangguran (sekarang daerah di sekitar Desa Junggo, Mojokerto). Status sima berarti daerah tersebut dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada kerajaan karena fungsinya yang strategis, biasanya untuk keperluan keagamaan atau penunjang kerajaan.

Dalam prasasti ini, Raja Wawa menganugerahkan status sima kepada daerah Sangguran karena kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan industri kerajaan, khususnya untuk logam dan perkakas senjata. Penduduk Sangguran diharuskan untuk menyuplai berbagai kebutuhan logam dan alat-alat untuk kepentingan kerajaan. Sebagai imbalannya, mereka mendapatkan kebebasan fiscal. Prasasti ini juga menyebutkan sejumlah nama pejabat tinggi kerajaan yang menyaksikan dan menjalankan titah raja, memberikan kita gambaran yang jelas tentang struktur birokrasi pada masa itu.

Misteri dan “Pesan Gaib”

Lalu, di manakah letak “pesan gaib” yang dimaksud? Istilah “gaib” di sini bukan berarti magic, melainkan lebih kepada pesan tersirat, simbolik, dan pengetahuan yang tersembunyi yang hanya dapat dibaca oleh para ahli.

  1. Kekuatan Spiritual Simbol Gajapada: Telapak kaki gajah bukan hiasan biasa. Ia adalah simbol dari Airawata, wahana dewa Indra dalam mitologi Hindu. Penggunaannya di prasasti ini bisa ditafsirkan sebagai upaya untuk memberikan legitimasi dan perlindungan spiritual atas keputusan raja, seolah-olah disetujui oleh kekuatan langit.
  2. Kode Hukum dan Sosial: Prasasti ini adalah dokumen hukum yang canggih. Ia merekam dengan sangat detail batas-batas wilayah, hak, dan kewajiban. “Pesan gaib”-nya adalah gambaran tentang masyarakat yang sangat terorganisir, menghargai hukum, dan memiliki sistem administrasi yang maju pada abad ke-10.
  3. Kekuatan Maritim dan Industri: Penetapan Sangguran sebagai kawasan industri logam mengungkap “pesan” tentang kekuatan militer dan maritim Kerajaan Medang. Ketersediaan logam dan senjata yang memadai adalah tulang punggung untuk menjaga kedaulatan dan melakukan ekspansi.

Perjalanan Epik: Dari Mojokerto ke Minto, Skotlandia

Inilah babak paling kelam dan menarik dari sejarah Prasasti Sangguran. Pada tahun 1812, saat Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles, prasasti ini “ditemukan”. Raffles, yang sangat tertarik dengan sejarah dan kebudayaan Jawa, mengetahui nilai artefak ini.

Untuk mendapatkan dukungan politik dari atasannya, Raffles menghadiahkan Prasasti Sangguran kepada Lord Gilbert Elliot-Murray-Kynynmound, yang juga dikenal sebagai Earl of Minto pertama, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal India. Sejak saat itulah prasasti ini lebih dikenal dengan nama Prasasti Minto.

Prasasti tersebut kemudian diboyong dengan kapal laut menuju Kalkuta, India, dan akhirnya sampai di kediaman Lord Minto di Hawick, Skotlandia, pada tahun 1822. Selama hampir 180 tahun, prasasti nasional Indonesia ini menjadi hiasan taman di rumah keluarga bangsawan Skotlandia, terpisah ribuan mil dari tanah kelahirannya.

Upaya Repatriasi dan Kembalinya “Bagian” Prasasti

Upaya untuk mengembalikan Prasasti Sangguran ke Indonesia telah dilakukan sejak lama oleh para sejarawan dan diplomat Indonesia. Namun, karena ukurannya yang sangat besar dan berat (diperkirakan mencapai 3,5 ton), serta status kepemilikannya yang rumit, repatriasi fisik penuh sangat sulit dilakukan.

Terobosan penting terjadi pada tahun 2021. Melalui proses diplomasi budaya yang intensif antara Pemerintah Indonesia (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Pemerintah Kabupaten Mojokerto, dan keluarga Earl of Minto ke-6, akhirnya dicapai sebuah kesepakatan. Yang dikembalikan bukanlah prasasti fisik aslinya, melainkan replika berkelas dunia yang dibuat dengan teknologi pemindaian 3D dan pahatan digital yang presisi. Replika tersebut sekarang dapat disaksikan di Museum Trowang, Mojokerto, mendekatkan kembali “pesan gaib” itu kepada rakyatnya.

Warisan dan Nilai Penting Prasasti Sangguran Masa Kini

Prasasti Sangguran memiliki nilai yang tak ternilai:

  • Sumber Primer Sejarah: Memberikan data autentik tentang politik, ekonomi, dan hukum Jawa abad ke-10.
  • Bukti Kejayaan Teknologi: Menunjukkan bahwa Nusantara telah memiliki pusat industri dan teknologi metalurgi yang maju.
  • Pengingat Diplomasi Budaya: Kisah perjalanannya menyadarkan kita akan pentingnya melindungi warisan budaya dan terus memperjuangkan repatriasi artefak-artefak nasional yang masih tersebar di luar negeri.
  • Inspirasi dan Kebanggaan Nasional: Membangkitkan rasa bangga akan warisan leluhur yang begitu kaya dan canggih.

Kesimpulan

Prasasti Sangguran adalah lebih dari sekadar batu. Ia adalah kapsul waktu yang berisi kecerdasan, spiritualitas, dan kemajuan peradaban Jawa Kuno. “Pesan gaib”-nya bukanlah mantra, tetapi adalah cerita tentang sebuah bangsa yang besar, terorganisir, dan menghargai seni dan hukum. Perjalanan panjangnya dari Mojokerto ke Edinburgh dan kembalinya replikanya adalah pengingat bahwa sejarah adalah sesuatu yang hidup, dinamis, dan harus terus diperjuangkan untuk dipelajari, dipahami, dan dibanggakan oleh generasi sekarang dan mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *