Selama berabad-abad, nama Sriwijaya bergetar sebagai salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Nusantara. Kekuasaannya membentang dari Sumatra, Semenanjung Malaya, hingga Jawa Barat. Namun, kemegahan itu kini hanya tinggal cerita dan puing-puing candi. Salah satu misteri terbesar yang menyelimutinya adalah: ke mana perginya semua emas dan harta karun Sriwijaya?

Kerajaan yang menguasai jalur perdagangan dunia selama ratusan tahun itu pastilah menimbun kekayaan yang tak terhitung. Lalu, mengapa sangat sedikit bukti fisik berupa harta karun yang ditemukan? Artikel ini akan mengupas teori-teori dan fakta sejarah di balik hilangnya kekayaan legendaris tersebut.
Sumber Kekayaan Sriwijaya: Bukan Sekadar Emas
Sebelum memburu hartanya, kita harus memahami dari mana kekayaan Sriwijaya berasal. Sebagai “Negara Bangsa” pertama di Indonesia, Sriwijaya adalah pusat perdagangan global. Kekayaannya bersumber dari:
- Pajak dan Bea Cukai: Selat Malaka adalah jalur pelayaran tersibuk di dunia. Setiap kapal yang lewat wajib membayar pajak kepada penguasa Sriwijaya.
- Komoditas Ekspor Unggulan: Sriwijaya mengekspor emas, gading, cendana, kapur barus, kemenyan, dan rempah-rempah yang sangat berharga di pasar internasional.
- Kontrol atas Daerah Penghasil Emas: Kerajaan ini diduga kuat menguasai daerah-daerah penghasil emas di pedalaman Sumatra, seperti Minangkabau dan Jambi. Prasasti-prasasti menyebutkan tentang “tanah mas” (tanah emas).
Dengan sumber daya ini, logis jika istana Sriwijaya dipenuhi oleh emas, perak, permata, dan benda-benda berharga lainnya dari berbagai belahan dunia.
Teori-Teori Hilangnya Harta Karun Sriwijaya
Tidak ada catatan resmi yang menjelaskan kemana lari harta kerajaan. Namun, para sejarawan dan arkeolog mengajukan beberapa teori yang masuk akal.
1. Terkubur di Bawah Lumpur dan Sungai Musi
Ini adalah teori paling populer. Ibu kota Sriwijaya diduga kuat berlokasi di sekitar Palembang, di tepi Sungai Musi. Sebagai kota pelabuhan yang kompleks dengan struktur rumah panggung dan kanal, sangat mungkin bahwa pusat pemerintahan dan pusat perdangannya berada di tepian sungai.
Seiring waktu, gempa bumi, banjir besar, atau proses sedimentasi alamiah bisa menyebabkan sebagian besar kota, termasuk gudang-gudang harta, ambles dan terkubur di dalam lumpur Sungai Musi. Penemuan keramik, tembikar, dan bahkan benda emas dalam jumlah kecil di dasar sungai oleh para penyelam tradisional semakin menguatkan teori ini. Harta karun terbesar mungkin masih tertidur pulas di kedalaman lumpur yang gelap.
2. Dirampok dan Diboyong Saat Kerajaan Runtuh
Kemunduran Sriwijaya terjadi secara bertahap akibat serangan dari kerajaan lain. Serangan dari Kerajaan Chola (India) pada tahun 1025 M adalah pukulan telak. Selain itu, kerajaan-kerajaan bawahannya, seperti Dharmasraya dan Malayu, mulai melepaskan diri.
Dalam kekacauan politik dan peperangan ini, sangat mungkin bahwa harta kerajaan dijarah oleh penyerang atau dibawa kabur oleh keluarga kerajaan dan bangsawan yang menyelamatkan diri. Harta itu kemudian bisa saja digunakan untuk membiayai hidup di pengasingan atau menjadi modal bagi kerajaan baru yang mereka dirikan.
3. Tersebar sebagai “Dana Revolusi” atau Disimpan di Lokasi Rahasia
Teori lain menyebutkan bahwa sebelum kerajaan benar-benar runtuh, para petinggi Sriwijaya mungkin telah memindahkan harta mereka ke lokasi yang aman dan rahasia. Lokasi ini bisa berupa pedalaman Sumatra, gua-gua tersembunyi, atau bahkan daerah lain di Nusantara.
Harta itu mungkin digunakan untuk membiayai upaya membangun kembali kekuatan atau menjadi harta karun yang sengaja dikubur untuk dinikmati oleh keturunan di masa depan. Jika ini yang terjadi, maka harta Sriwijaya tidak hilang, melainkan tersembunyi dengan sangat baik.
4. Telah Ditemukan Secara Diam-diam
Kemungkinan yang lebih pragmatis adalah bahwa harta karun tersebut telah lama ditemukan, tetapi tidak diumumkan. Para pemburu harta, penjarah situs, atau bahkan masyarakat biasa mungkin telah menemukan emas dan permata dalam jumlah kecil selama bertahun-tahun dan menjualnya secara diam-diam. Tanpa konteks arkeologis yang jelas, penemuan ini hanya menjadi cerita rakyat atau barang antik yang tidak terlacak asalnya.
Pencarian Modern dan Tantangannya
Pencarian harta karun Sriwijaya bukanlah hal yang mudah. Tantangan terbesarnya adalah:
- Lokasi yang Tidak Pasti: Ibu kota Sriwijaya diperkirakan berpindah-pindah dan tersebar di wilayah yang luas.
- Medan yang Sulit: Ekskavasi di dasar Sungai Musi membutuhkan teknologi tinggi dan biaya besar karena arus deras dan visibilitas yang hampir nol.
- Fokus pada Artefak, Bukan Emas: Arkeolog lebih tertarik menemukan prasasti, struktur bangunan, dan artefak sehari-hari yang dapat mengungkap sejarah, daripada sekadar mencari emas.
Kesimpulan: Harta Sejati Sriwijaya Mungkin Bukan Emas
Meskipun misteri emas dan harta karun Sriwijaya masih menggugah imajinasi, warisan sejati kerajaan ini mungkin bukanlah tumpukan logam mulia. Warisan terbesar Sriwijaya adalah:
- Jaringan Budaya dan Perdagangan yang menghubungkan Nusantara dengan dunia.
- Pusat Pembelajaran Agama Buddha yang termasyhur, dikunjungi oleh sarjana dari seluruh Asia, termasuk I-Tsing.
- Dasar-dasar Kemaritiman yang menjadi fondasi bagi kerajaan-kerajaan Nusantara setelahnya.
Misteri hilangnya harta karun Sriwijaya mungkin akan tetap menjadi teka-teki yang belum terpecahkan. Namun, selama nama Sriwijaya dikenang, selama itu pula daya tarik tentang kekayaannya yang hilang akan terus membara, mengundang para petualang, sejarawan, dan arkeolog untuk terus mencari jawabannya. Siapa tahu, suatu hari nanti, lumpur Sungai Musi akhirnya bersedia membuka rahasianya yang paling berharga.