Kota Mataram, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, adalah kota yang dinamis dan modern. Namun, di balik gemerlapnya, tersimpan situs sejarah yang menjadi cikal bakal kota ini: Makam Pendiri Mataram. Situs ini bukan hanya tempat peristirahatan terakhir sang pendiri, tetapi juga menyimpan narasi sejarah, budaya, dan mitos yang mulai “terlupakan” oleh zaman, termasuk kisah tentang sebuah “kutukan”.

Siapa Pendiri Mataram?
Sebelum menyelami lebih dalam tentang makamnya, penting untuk mengetahui sosok di balik nama besar Mataram. Kota Mataram di NTB tidak terlepas dari peran Raja Lombok dari suku Sasak, yaitu Datu Selaparang. Namun, dalam konteks perkembangan kota modern, tokoh yang sering dianggap sebagai “pendiri” atau peletak dasar pemerintahan di wilayah ini adalah para pejuang dan bangsawan dari kerajaan-kerajaan lokal yang kemudian diintegrasikan oleh Belanda menjadi sebuah pusat pemerintahan.
Kompleks makam ini seringkali dikaitkan dengan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Lombok, seperti Raden Mas Panji Sorga, salah satu tokoh kunci dalam penyatuan wilayah. Kejelasan siapa sebenarnya “pendiri” yang dimaksud menambah aura misteri pada situs ini, menunjukkan betapa kayanya sejarah lokal Mataram.
Lokasi dan Kondisi Makam Pendiri Mataram
Makam Pendiri Mataram terletak di tengah keramaian kota, tepatnya di Jalan Pendidikan, Dasan Agung, Kecamatan Selaparang, Kota Mataram. Lokasinya yang strategis justru kontras dengan suasana yang ditemui saat memasuki areal makam.
Suasana hening dan khidmat langsung terasa. Kompleks makam ini terawat dengan baik, dikelilingi tembok dan pepohonan rindang yang memberikan keteduhan. Nisan-nisan tua dengan tulisan Arab dan aksara Sasak kuno menjadi penanda waktu yang berhenti. Arsitektur makam menunjukkan perpaduan antara budaya Islam, Hindu, dan tradisi lokal Sasak, mencerminkan akulturasi budaya yang telah berlangsung lama di Lombok.
Menelisik “Kutukan” yang Terlupakan
Di balik kesunyian dan kekhidmatannya, Makam Pendiri Mataram menyimpan cerita rakyat tentang adanya “kutukan”. Seperti banyak situs keramat lainnya di Nusantara, mitos semacam ini lahir untuk melindungi tempat tersebut dari sikap tidak sopan dan perusakan.
Beberapa versi cerita menyebutkan bahwa siapa pun yang berani mengganggu ketenangan, merusak, atau bersikap tidak hormat di area makam akan mendatangkan kesialan bagi diri sendiri atau usahanya. Kisah-kisah tentang proyek pembangunan di sekitar makam yang gagal atau mengalami kendala sering dikait-kaitkan dengan “kutukan” ini.
Namun, dalam perspektif yang lebih arif, “kutukan” ini dapat dimaknai sebagai sebuah peringatan kultural. Ia adalah cara leluhur untuk menanamkan rasa hormat generasi penerus terhadap jasa para pendahulu dan situs-situs bersejarah. Seiring modernisasi, “kutukan” ini pun mulai “terlupakan”, bukan karena kekuatannya hilang, tetapi karena nilai-nilai untuk menjaganya dengan kesadaran sendiri mulai luntur.
Makna dan Nilai Spiritual Makam
Bagi masyarakat Mataram dan Lombok pada umumnya, makam ini bukan sekadar bangunan tua. Ia adalah:
- Simbol Permulaan: Sebagai penanda awal mula berkembangnya pusat pemerintahan di Kota Mataram.
- Tempat Ziarah Spiritual: Banyak peziarah, baik lokal maupun dari luar daerah, yang datang untuk mendoakan arwah leluhur, mencari ketenangan batin, atau sekadar merenungkan sejarah.
- Laboratorium Sejarah Live: Situs ini adalah bukti fisik (tangible heritage) yang dapat dipelajari untuk memahami perjalanan panjang masyarakat Lombok.
Panduan Berkunjung ke Makam Pendiri Mataram
Bagi Anda yang tertarik untuk mengunjungi situs bersejarah ini, berikut beberapa tipsnya:
- Waktu Terbaik Berkunjung: Pagi hari (pukul 08.00-11.00 WITA) atau sore hari (pukul 15.00-17.00 WITA). Hindari berkunjung pada saat jam istirahat siang.
- Tata Krama dan Busana: Kenakan pakaian yang sopan dan tertutup. Sebaiknya wanita menggunakan kain atau jilbab. Bersikap tenang dan hormat selama berada di area makam.
- Lokasi: Mudah diakses dengan kendaraan roda dua atau empat. Terdapat papan penunjuk arah yang cukup jelas.
- Tidak Ada Tiket Masuk: Berkunjung ke makam ini umumnya tidak dikenakan biaya, namun sumbangan sukarela untuk perawatan sangat diapresiasi.
Kesimpulan
Makam Pendiri Mataram adalah jantung sejarah dari Kota Mataram yang berdenyut pelan. Ia menyimpan lebih dari sekadar tulang belulang, tetapi juga roh, semangat, dan identitas sebuah peradaban. “Kutukan” yang melekat padanya adalah narasi pengingat untuk senantiasa menghormati jasa para pendahulu. Sebelum menjelajahi pantai dan gunung di Lombok, sempatkanlah untuk singgah sejenak di sini. Rasakanlah napas sejarah yang membisikkan cerita tentang asal-usul sebuah kota yang bernama Mataram.