Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari terbesar dan paling berpengaruh dalam sejarah Nusantara. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menjadi pusat pembelajaran agama Buddha di Asia Tenggara. Namun, kerajaan yang jaya ini akhirnya mengalami keruntuhan. Banyak catatan sejarah yang menyebutkan penyebabnya adalah serangan kerajaan lain dan melemahnya perdagangan. Namun, ada teori lain yang lebih gelap: apakah ada konspirasi penghancuran Kerajaan Sriwijaya yang sengaja ditutup-tutupi?

Artikel ini akan mengupas tuntas teori konspirasi tersebut dengan melihat fakta-fakta sejarah yang ada.
Mengenal Kejayaan Sriwijaya: Raksasa yang Hilang
Sebelum membahas keruntuhannya, penting untuk memahami betapa besarnya pengaruh Sriwijaya. Berdiri sekitar abad ke-7 Masehi, Sriwijaya berpusat di Palembang, Sumatera. Kekuatannya bertumpu pada:
- Penguasaan Jalur Perdagangan: Mengendalikan Selat Malaka yang merupakan urat nadi perdagangan rempah-rempah antara China, India, dan Timur Tengah.
- Armada Laut yang Tangguh: Memiliki angkatan laut yang kuat untuk melindungi wilayah dan memungut cukai dari kapal yang melintas.
- Pusat Ilmu Pengetahuan: Menjadi destinasi bagi pelajar dan biksu dari seluruh penjuru Asia untuk mempelajari agama Buddha di universitasnya yang termasyhur.
Lalu, bagaimana raksasa ini bisa jatuh?
Narasi Utama Penyebab Runtuhnya Sriwijaya
Sejarah konvensional menyebutkan beberapa faktor utama keruntuhan Sriwijaya:
- Serangan dari Kerajaan Cola Mandala (India) pada tahun 1025 dan 1068 M. Serangan ini meruntuhkan hegemoni Sriwijaya di wilayah laut.
- Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Lain, seperti Dharmasraya dan Singhasari (dengan ekspedisi Pamalayu), yang mengambil alih pengaruh dan perdagangan.
- Pergeseran Jalur Perdagangan yang mulai menghindari Selat Malaka.
- Pendangkalan Sungai Musi yang menyulitkan akses kapal-kapal besar ke pelabuhan Sriwijaya.
Namun, di balik narasi “wajar” ini, tersembunyi pola yang mengarah pada sebuah konspirasi yang terencana.
Teori Konspirasi: Runtuhnya Sriwijaya Bukan Kebetulan
Teori konspirasi ini berargumen bahwa keruntuhan Sriwijaya bukanlah proses alami, melainkan hasil dari sebuah rencana sistematis untuk menghancurkan pesaing utama. Berikut adalah elemen-elemen kunci dalam teori ini:
1. Peran Kerajaan Cola: Serangan atau Penghancuran Sistematis?
Serangan Kerajaan Cola dari India selatan sering dilihat sebagai serangan balasan. Namun, teori konspirasi melihatnya berbeda. Serangan Rajendra Cola I pada 1025 M sangat terencana dan brutal. Mereka tidak hanya menjarah, tetapi juga menawan raja Sriwijaya dan menghancurkan infrastruktur perdagangan serta pusat-pusat spiritual.
Apakah tujuan Cola hanya sekadar balas dendam? Atau ada agenda lain untuk melumpuhkan pesaing dagang utama mereka di Asia Tenggara secara permanen? Beberapa sejarawan menduga, Cola mungkin telah bersekongkol dengan kerajaan-kerajaan lokal yang tidak suka dengan dominasi Sriwijaya.
2. Konspirasi Diam-Diam dari Kerajaan Bawahan
Kekuasaan Sriwijaya yang luas ditopang oleh jaringan kerajaan-kerajaan bawahan (vassal). Seiring waktu, kerajaan-kerajaan ini, seperti Malayu dan Jambi, mulai menuntut otonomi yang lebih besar. Teori konspirasi menyatakan bahwa pemberontakan dan pembangkangan ini bukanlah hal yang spontan.
Bisa jadi ada “permainan belakang layar” di mana kerajaan-kerajaan ini saling berkomunikasi dan secara diam-diam sepakat untuk melepaskan diri secara bersamaan, atau bahkan memprovokasi serangan dari luar untuk melemahkan pusat kekuasaan di Palembang.
3. Peran Kekuatan Asing Lainnya yang Ditutupi
Selain Cola, ada spekulasi tentang peran kekuatan asing lainnya. Catatan China, sebagai mitra dagang terbesar Sriwijaya, tiba-tiba menjadi sangat sedikit membahas kemunduran Sriwijaya. Apakah Dinasti Song di China memiliki kepentingan untuk melihat Sriwijaya jatuh? Mungkin China ingin mencari mitra dagang yang lebih menguntungkan atau lebih mudah dikendalikan, dan diam-diam mendukung kebangkitan kerajaan lain yang menjadi pesaing Sriwijaya.
Mengapa “Konspirasi” Ini Ditutup-tutupi?
Jika memang ada konspirasi, mengapa tidak tercatat jelas dalam sejarah?
- Sejarah Ditulis oleh Pemenang: Kerajaan-kerajaan yang bangkit pasca-Sriwijaya, seperti Majapahit, memiliki kepentingan untuk menulis sejarah yang mengagungkan mereka. Mengakui adanya konspirasi yang rumit mungkin akan mengurangi legitimasi mereka.
- Minimnya Sumber Prasasti: Setelah keruntuhan, sangat sedikit prasasti atau catatan dari pihak Sriwijaya yang selamat. Sebagian besar sejarahnya justru diketahui dari catatan luar negeri (seperti China dan India). Narasi keruntuhan pun didominasi oleh perspektif pihak lain.
- Penyederhanaan Sejarah: Lebih mudah bagi sejarawan awal untuk menyimpulkan “serangan dan kemunduran ekonomi” sebagai penyebabnya, daripada menganalisis jaringan politik dan konspirasi rumit yang melatarbelakanginya.
Kesimpulan: Misteri yang Belum Terpecahkan
Bukti arkeologis dan sejarah yang ada saat ini memang lebih condong pada narasi runtuhnya Sriwijaya karena kombinasi serangan luar dan persaingan dari dalam. Namun, teori konspirasi tentang penghancuran Kerajaan Sriwijaya ini tetap menarik untuk dikaji. Teori ini menyoroti bahwa keruntuhan sebuah kemaharajaan besar jarang terjadi karena satu sebab saja, tetapi lebih karena sebuah jaring-jaring kepentingan politik, ekonomi, dan militer yang bekerja secara bersamaan, baik secara terang-terangan maupun di balik layar.
Ketiadaan bukti kuat bukanlah bukti ketiadaan. Sangat mungkin bahwa elemen-elemen konspirasi—seperti koalisi diam-diam, pengkhianatan, dan permainan politik—telah berkontribusi pada percepatan keruntuhan raksasa yang kini hanya tinggal sejarah itu. Misteri ini terus memancing rasa penasaran, menunggu ditemukannya bukti baru yang dapat mengungkap kebenaran yang mungkin sengaja ditutup-tutupi.