Kematian Ibunda Yeonsangun Apakah Bunuh Diri atau Dibunuh

Yeonsangun of Joseon sering dikenang sebagai salah satu raja paling tirani dan kejam dalam sejarah Korea. Pemerintahannya yang penuh dengan paranoid, kekerasan, dan pembantaian berakar dari satu peristiwa tragis yang membentuk hidupnya: kematian misterius ibundanya, Ratu Yun. Peristiwa ini bukan hanya sekadar tragedi personal bagi seorang raja, tetapi juga merupakan luka dalam yang membentuk jalannya politik Dinasti Joseon. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada Ratu Yun? Apakah dia memilih mengakhiri hidupnya sendiri atau menjadi korban konspirasi berdarah di dalam istana?

Yeonsangun

Siapa Yeonsangun dan Ratu Yun? Konteks Sejarah

Sebelum menyelami misteri kematiannya, penting untuk memahami posisi Ratu Yun dalam percaturan politik Joseon.

Yeonsangun (nama lahir: Yi Yung) adalah putra tunggal Raja Seongjong dan Ratu Yun. Ia naik takhta pada tahun 1494. Namun, masa kecilnya diwarnai oleh atmosfer politik istana yang rumit. Sistem politik Joseon kala itu didominasi oleh fraksi-fraksi pejabat yang saling bersaing, terutama antara Sarim (kaum sarjana literati) dan Hungu (kaum pejabat yang berkuasa).

Ratu Yun (atau Deposed Queen Yun) bukan berasal dari keluarga aristokrat yang sangat berpengaruh. Dia masuk istana sebagai selir berpangkat rendah (suk-ui) tetapi berhasil merebut hati Raja Seongjong dan melahirkan putra mahkota. Kenaikan pangkatnya yang cepat menjadi Ratu menimbulkan kecemburuan dan permusuhan, terutama dari fraksi Hungu dan para selir senior lainnya. Sifatnya yang dikenal pencemburu dan kemungkinan ambisius menjadikannya target yang mudah dalam lingkungan istana yang penuh intrik.

Kronologi Tragis: Peristiwa yang Mengarah pada Kematian Ratu Yun

Pada tahun 1479, ketika Yeonsangun masih berusia 5 tahun, sebuah skandal besar mengguncang istana.

Ratu Yun dituduh melakukan serangkaian pelanggaran berat. The Veritable Records of the Joseon Dynasty (Joseon Wangjo Sillok) mencatat beberapa tuduhan terhadapnya:

  1. Kecemburuan Patologis: Dia dituduh secara fisik menyerang selir-selir lain yang dekat dengan Raja Seongjong, bahkan hingga mencakar wajah mereka.
  2. Mempraktikkan Sihir dan Ilmu Hitam: Tuduhan paling serius adalah bahwa dia menyimpan jimat dan benda-benda sihir untuk mengutuk selir-selir saingannya dan mempertahankan cinta raja.
  3. Membocorkan Urusan Negara: Dia dituduh menyadap percakapan raja dan membocorkan informasi rahasia istana kepada keluarganya di luar.

Di bawah tekanan dari para pejabat dan fraksi Hungu yang memusuhinya, Raja Seongjong akhirnya mengambil keputusan drastis. Pada tahun 1479, ia memecat Ratu Yun dari gelarnya dan mengusirnya dari istana. Yang lebih tragis, untuk mencegahnya menjadi ancaman politik di masa depan, Raja Seongjong memerintahkan agar ibunda dari putra mahkotanya sendiri dieksekusi dengan meminum racun.

Ratu Yun dipaksa minum racun dan meninggal dalam pengasingan. Yeonsangun kecil kemudian dirawat oleh selir senior, Ratu Jeonghyeon, yang melahirkan putra yang kelak menjadi Raja Jungjong.

Dua Sisi Narasi: Bunuh Diri vs. Dibunuh

Inilah inti dari misteri yang membara selama berabad-abad.

1. Narasi Resmi: Bunuh Diri (Hukuman Mati yang Disamarkan)

Sumber sejarah resmi, Joseon Wangjo Sillok, yang ditulis oleh para pemenang politik (kaum Sarim yang menjadi korban Yeonsangun), cenderung menyiratkan bahwa kematian Ratu Yun adalah hukuman mati yang sah atas kejahatannya. Mereka mencatat bahwa Raja Seongjong mengeluarkan dekrit untuk mencabut gelarnya dan memerintahkan “menghapusnya” (jegeo), sebuah eufemisme untuk eksekusi.

Dalam narasi ini, tindakan Seongjong digambarkan sebagai keputusan yang sulit tetapi diperlukan untuk menjaga stabilitas negara dan kedamaian di dalam istana. Kematiannya adalah konsekuensi dari tindakannya sendiri yang melanggar hukum dan norma istana. Dengan demikian, narasi “bunuh diri” di sini lebih mengarah pada eksekusi yang dipaksakan, di mana korban tidak memiliki pilihan lain selain meminum racun yang diberikan.

2. Narasi Alternatif: Dibunuh dalam Konspirasi Politik

Banyak sejarawan modern yang melihat kematian Ratu Yun sebagai pembunuhan politik yang dirancang oleh fraksi yang berkuasa.

  • Korban Intrik Istana: Ratu Yun adalah orang luar yang mengancam dominasi keluarga-keluarga aristokrat besar. Tuduhan terhadapnya, terutama praktik sihir, sangat umum digunakan untuk menyingkirkan perempuan-perempuan kuat di istana yang tidak disukai.
  • Kelemahan Raja Seongjong: Raja Seongjong digambarkan sebagai raja yang bijaksana tetapi mudah dipengaruhi oleh tekanan politik. Fraksi Hungu mungkin memanfaatkan sifat cemburu Ratu Yun untuk membesar-besarkan kesalahannya dan memaksakan hukuman terberat kepada raja.
  • Tidak Ada Bukti Konkret: Bukti untuk tuduhan sihir sangat lemah dan lebih didasarkan pada kesaksian yang dipaksakan daripada fakta yang tak terbantahkan. Ini menunjukkan bahwa tuduhan tersebut hanyalah dalih untuk menyingkirkannya.

Dengan demikian, narasi “dibunuh” lebih kuat. Ratu Yun diduga menjadi korban konspirasi yang kejam, dihukum mati bukan karena kejahatannya yang nyata, tetapi karena dia menjadi penghalang bagi kekuasaan fraksi tertentu dan ancaman bagi selir-selir lain.

Dampak Psikologis pada Yeonsangun dan Pemerintahannya yang Tirani

Yeonsangun tidak mengetahui kebenaran tentang kematian ibundanya hingga ia dewasa. Ia dibesarkan dengan keyakinan bahwa ibunya telah diusir dari istana. Pada tahun 1504, seorang pejabat yang tidak senang dan mantan kasim istana memberitahunya seluruh kebenaran yang mengerikan: bahwa ibunya tidak hanya diusir tetapi juga dipaksa minum racun, dan bahwa para pejabat yang dia hormati terlibat dalam konspirasi tersebut.

Penemuan ini menghancurkan jiwa Yeonsangun. Paranoia, kemarahan, dan rasa sakit yang tertanam meledak menjadi kekerasan yang tak terkendali. Peristiwa ini memicu Pemurnian Tahun 1504 (Gapja Sahwa), dimana Yeonsangun membalas dendam dengan kejam:

  • Ia memburu dan membunuh para pejabat yang terlibat dalam kematian ibunya, bahkan yang sudah meninggal dengan menggali kuburan mereka dan membuang tulang belulangnya.
  • Ia memaksa ayahandanya, Raja Seongjong yang telah meninggal, untuk dicoret dari daftar raja, sebuah tindakan penghinaan tertinggi.
  • Ia memberikan gelar anumerta “Ratu” kepada ibundanya dan memulihkan kehormatannya dengan cara yang berlebihan dan penuh darah.
  • Ia membunuh siapa saja yang dianggapnya tidak menunjukkan rasa hormat yang cukup terhadap memori ibundanya.

Kegilaan balas dendam inilah yang mengubah Yeonsangun dari seorang raja menjadi seorang tiran. Kematian Ratu Yun bukan hanya peristiwa sejarah; itu adalah luka yang menganga yang menentukan nasib sebuah bangsa.

Kesimpulan: Misteri yang Tetap Abadi

Jadi, apakah Ibunda Yeonsangun bunuh diri atau dibunuh?

Bukti-bukti sejarah lebih condong kepada kesimpulan bahwa Ratu Yun dibunuh dalam sebuah eksekusi yang diatur oleh konspirasi politik. “Bunuh diri” dalam konteks ini adalah eufemisme dari catatan sejarah untuk menyamarkan pembunuhan yang keji. Dia adalah korban dari pertarungan kekuasaan yang kejam di istana Joseon, dimana seorang perempuan dengan pengaruh yang terbatas menjadi tumbal bagi kepentingan kelompok yang lebih kuat.

Kematiannya adalah benih yang ditanam dalam kegelapan, yang akhirnya tumbuh menjadi pohon beracun yang buahnya dipanen oleh seluruh Korea di bawah pemerintahan putranya, Yeonsangun. Kisah ini adalah pengingat abadi tentang bagaimana intrik politik, balas dendam, dan trauma personal dapat menyatu dan mengubah jalannya sejarah secara tragis. Misteri ini mungkin tidak akan pernah terungkap sepenuhnya, tetapi dampaknya terhadap Dinasti Joseon tercatat dengan jelas dalam darah dan air mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *