Gajah Mada. Namanya terpateri dalam emas sejarah Nusantara sebagai sang Mahapatih yang perkasa, arsitek di balik kejayaan tertinggi Kemaharajaan Majapahit. Sumpah Palapanya yang legendaris bukan hanya sekadar janji, tetapi menjadi fondasi yang menyatukan pulau-pulau dari Sumatra hingga Papua di bawah panji-panji Majapahit. Namun, di puncak kejayaannya, sang mahapatih mangkat. Kematiannya bukan sekadar akhir dari sebuah hidup, melainkan awal dari sebuah misteri besar yang hingga kini terus diperdebatkan oleh para sejarawan. Kematian Gajah Mada, siapakah sebenarnya dalang di baliknya?

Tidak seperti kematian tokoh-tokoh besar lainnya yang seringkali tercatat dengan jelas dalam prasasti atau kitab kuno, akhir hayat Gajah Mada justru diselimuti kabut ketidakpastian. Tidak ada catatan resmi yang secara gamblang menyebutkan apa yang terjadi, kapan persisnya, dan dalam kondisi bagaimana. Ketidakjelasan inilah yang melahirkan berbagai teori, spekulasi, dan bahkan teori konspirasi tentang siapa “dalang” di balik kematiannya.
Sumber Sejarah yang Terbatas dan Samar
Untuk memahami misteri ini, kita harus merujuk pada sumber-sumber sejarah utama yang ada, yaitu Kitab Pararaton (“Book of Kings”) dan Nagarakertagama (Kakawin Desawarnana).
- Nagarakertagama (1365 M): Ditulis oleh Mpu Prapanca, kitab ini memuji-muji kejayaan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Menyebutkan bahwa Gajah Mada masih menjabat sebagai mahapatih setidaknya hingga tahun 1364 M. Namun, kitab ini tidak menceritakan detail tentang kematiannya. Ini sangat tidak biasa mengingat betapa pentingnya posisi Gajah Mada.
- Pararaton (akhir abad ke-15/awal abad ke-16): Sumber inilah yang memberikan sedikit petunjuk, meskipun ditulis jauh setelah peristiwa terjadi dan mengandung banyak unsur mitos. Pararaton menyebutkan: “…. bhre Wengker sireki pinasukan ing Gajah Mada, sang mantri mukya pinatih, aturnira ring sidayatra, sira tan dina, sira tan wengi, sira lumaris, sira mati….” yang kurang lebih berarti “…. Bhre Wengker (penghulu wilayah Wengker) yang memasukkan (mengirim sesuatu) kepada Gajah Mada, sang perdana menteri yang dipecat, dalam perjalanannya, ia tidak siang, tidak malam, ia berangkat, ia mati….”
Kalimat yang sangat puitis dan samar ini menjadi satu-satunya “petunjuk” langsung tentang kematiannya, yang justru memicu lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Teori-Teori Misteri Kematian Gajah Mada
Berdasarkan sumber yang terbatas itu, para sejarawan dan pakar mengemukakan beberapa teori utama:
1. Teori Konspirasi dan Pembunuhan Politik
Ini adalah teori yang paling dramatis dan penuh intrik. Gajah Mada adalah tokoh yang sangat kuat, hampir menyamai sang raja. Kekuasaan sebesar itu pasti menciptakan banyak musuh.
- Dalang dari Kalangan Istana: Diduga, para bangsawan, pangeran, atau bahkan pejabat tinggi yang iri dengan pengaruhnya atau tidak menyukai kebijakannya yang keras mungkin merencanakan pembunuhan. “Bhre Wengker” yang disebut dalam Pararaton sering diinterpretasikan sebagai Bhre Wengker yang kelak menjadi Raja Wikramawardhana, atau pihak yang bertindak atas namanya. “Pinasukan” bisa diartikan “dikirim” atau “diberi sesuatu”, yang ditafsirkan sebagai racun atau upaya pembunuhan terselubung.
- Konflik dengan Raja Hayam Wuruk: Meski hubungan mereka digambarkan harmonis dalam Nagarakertagama, beberapa analisis menyebutkan mungkin terjadi ketegangan. Gajah Mada yang sudah tua mungkin dianggap terlalu dominan, atau memiliki perbedaan pendapat strategis dengan raja muda. “Pemecatan” yang disebut dalam Pararaton (meski diragukan kebenarannya) bisa menjadi tanda konflik ini. Kematiannya bisa jadi cara untuk melengserkan seorang mahapatih yang sudah tidak lagi sejalan.
2. Teori Kematian Alami (Penyakit atau Usia Tua)
Teori ini paling sederhana dan paling mungkin. Gajah Mada adalah seorang pemimpin militer dan birokrat yang hidup dengan tekanan dan beban yang sangat besar.
- Keletihan dan Stres: Memimpin sebuah kemaharajaan sebesar Majapahit, merancang strategi perang, dan mengelola administrasi yang rumit pasti menguras tenaga dan pikiran. Sangat mungkin ia meninggal karena kelelahan fisik dan mental yang ekstrem, atau stroke.
- Penyakit akibat Perang: Dalam karier militernya yang panjang, ia mungkin terkena luka lama atau penyakit yang diderita selama ekspedisi yang akhirnya menyebabkan kematiannya di usia senja.
3. Teori Kecelakaan atau Tenggelam
Interpretasi dari frasa “dalam perjalanan” (sidayatra) menimbulkan spekulasi bahwa Gajah Mada meninggal saat sedang melakukan perjalanan, mungkin menuju suatu tempat untuk misi tertentu atau bahkan sedang dalam pengasingan. Ia bisa saja terkena musibah di jalan, seperti diserang binatang buas, terjatuh, atau bahkan tenggelam saat menyeberangi sungai atau laut.
4. Teori Pengunduran Diri dan Kematian di Tempat Sunyi
Beberapa ahli berpendapat bahwa Gajah Mada mungkin mengundurkan diri dari jabatannya (di-“pâtih” atau dipecat) karena alasan tertentu, seperti kesehatan atau tekanan politik. Ia kemudian pergi dari ibu kota untuk menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang sunyi dan meninggal secara wajar di sana. Ketiadaan catatan kematiannya yang megah mendukung teori bahwa ia tidak meninggal dalam keadaan masih menjabat sebagai mahapatih.
Mengapa Misteri Ini Begitu Menarik?
Misteri kematian Gajah Mada tetap abadi karena beberapa alasan:
- Figur yang Sangat Penting: Kematian seorang tokoh sebesar itu seharusnya menjadi peristiwa besar yang dicatat dengan sangat hati-hati. Kenyataannya, justru sebaliknya.
- Kekosongan Catatan: Ketiadaan informasi justru menjadi lahan subur untuk imajinasi, spekulasi, dan teori konspirasi. Setiap orang bisa memiliki tafsirannya sendiri.
- Refleksi Kekuasaan: Cerita ini mencerminkan dinamika kekuasaan yang universal—penuh intrik, persaingan, dan bahaya yang mengintai di puncak. Kisah Gajah Mada mirip dengan kisah para pemimpin besar dunia lainnya yang akhir hayatnya diselimuti misteri.
Kesimpulan: Misteri yang Mungkin Tak Terpecahkan
Hingga hari ini, pertanyaan “Siapakah dalang di balik kematian Gajah Mada?” tidak memiliki jawaban yang pasti. Bukti sejarah yang ada terlalu minim dan ambigu untuk memastikan satu teori tertentu.
Yang paling mungkin adalah gabungan dari beberapa faktor. Bisa jadi, Gajah Mada memang sudah tua dan sakit (teori alamiah), tetapi kondisi itu diperparah oleh tekanan politik dan konflik internal di istana yang melemahkan posisinya. Apakah ada “dalang” tertentu yang secara aktif meracuninya? Mungkin saja. Atau, apakah ia hanya menjadi korban dari sistem dan keletihan akibat membesarkan Majapahit? Itu juga sangat mungkin.
Kematian Gajah Mada menandai awal kemunduran Majapahit. Tanpa sang pemersatu, kemaharajaan yang luas itu mulai menunjukkan keretakan. Pada akhirnya, misteri ini adalah pengingat bahwa sejarah seringkali bukanlah cerita hitam putih, tetapi lautan abu-abu yang dalam, menyimpan rahasia yang mungkin tidak akan pernah terungkap sepenuhnya. Gajah Mada tetap hidup dalam ingatan sebagai legenda—seorang mahapatih perkasa yang bahkan kematiannya pun menjadi bagian dari kesaktiannya.