Jejak Senjata Radioaktif Rahasia Perang Dunia

Ketika kita membicarakan Perang Dunia II dan senjata pemusnah massal, pikiran kita langsung tertuju pada Proyek Manhattan yang melahirkan bom atom. Namun, di balik cerita besar itu, tersembunyi jejak-jejak gelap dan kurang dikenal tentang upaya berbagai negara untuk menciptakan senjata radioaktif dalam bentuk lain. Senjata-senjata ini dirancang bukan untuk ledakan spektakuler, tetapi untuk kerusakan jangka panjang yang lebih keji: meracuni wilayah dan populasi musuh dengan zat radioaktif.

radioaktif

Konsep senjata radioaktif ini adalah bab yang sering terlupakan, namun menunjukkan pemahaman awal yang mengerikan tentang bahaya radiologi.

Proyek Manhattan dan Awal Mula Pemikiran Senjata Radiologi

Proyek Manhattan, yang dipimpin AS, jelas berfokus pada penciptakan bom fisi nuklir. Namun, di dalamnya, beberapa ilmuwan, termasuk pemenang Hadiah Nobel Arthur Compton, mengajukan ide yang berbeda. Mereka mempertimbangkan untuk menggunakan material radioaktif, seperti strontium-90 atau cesium-137, sebagai “racun wilayah” (area denial weapon).

Gagasannya adalah dengan menyebarkan debu radioaktif di area strategis seperti kota atau pangkalan militer, musuh akan terpaksa mengungsi atau menghadapi penyakit radiasi akut dan kematian jangka panjang. Ide ini akhirnya ditolak karena dianggap tidak efisien dibandingkan dengan daya ledak bom atom itu sendiri, tetapi benih senjata radioaktif telah tertanam.

Jerman Nazi: Program Nuklir dan “Kue Kuning”

Di sisi blok Axis, Jerman Nazi juga menjalankan program nuklirnya sendiri. Meski tertinggal dari Sekutu, mereka melakukan eksperimen dengan material radioaktif. Salah satu rencana yang didokumentasikan adalah penggunaan “Dirty Bomb” atau bom kotor primitif.

Mereka memproduksi sejumlah besar uranium oksida, yang dijuluki “Yellowcake”. Seorang fisikawan Jerman, Erich Schumann, dikabarkan telah mengusulkan untuk menempatkan material radioaktif ini dalam wadah konvensional yang meledak, untuk menyebarkan kontaminasi. Meski tidak pernah digunakan dalam pertempuran, ini menunjukkan bahwa konsep teror radiologi telah dipikirkan oleh kedua belah pihak.

Jepang: Eksperimen Radiologi di Unit 731

Bagian paling gelap dari sejarah senjata radioaktif ini mungkin melibatkan Unit 731 milik Jepang, yang terkenal karena eksperimen senjata biologisnya yang mengerikan. Bukti sejarah dan kesaksian menunjukkan bahwa unit ini juga melakukan penelitian tentang senjata radiologi.

Mereka dilaporkan melakukan eksperimen pada tawanan dengan menyuntikkan atau memaksa mereka mencerna isotop radioaktif, seperti plutonium dan uranium, untuk mempelajari efek radiasi pada tubuh manusia. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan senjata yang dapat meracuni pasokan air atau lahan pertanian musuh. Kekejaman ini merupakan penerapan praktis yang mengerikan dari ilmu radioaktif.

Pasca Perang: Warisan dan Moratorium

Setelah perang berakhir, pengetahuan tentang senjata radioaktif tidak serta merta hilang. Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet menjadi panggung baru untuk pengembangan senjata-senjata tak konvensional, termasuk senjata nuklir berdaya ledak rendah yang dirancang untuk menyebarkan kontaminasi radioaktif maksimal (Enhanced Radiation Weapon atau “neutron bomb”).

Namun, komunitas internasional secara bertahap menyadari bahaya tak terkira dari senjata semacam ini. Upaya non-proliferasi dan traktat seperti Partial Nuclear Test Ban Treaty (1963) dan Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (1996) bertujuan untuk membatasi penyebaran dan pengujian senjata nuklir, yang juga mencakup aspek radiologisnya.

Kesimpulan: Jejak yang Membekas dan Peringatan Abadi

Jejak senjata radioaktif rahasia di era Perang Dunia merupakan pengingat suram tentang betapa jauh manusia akan melangkah untuk mencapai kemenangan. Meski tidak digunakan secara luas seperti bom atom, penelitian dan rencana untuk senjata ini membuktikan bahwa bahaya radioaktif telah dipahami dan hampir dimanfaatkan sebagai alat teror yang lambat dan tak terlihat.

Warisan dari proyek-proyek rahasia ini masih relevan hingga hari ini, terutama dalam konteks ancaman bom kotor oleh aktor non-negara. Memahami sejarah kelam ini bukan hanya untuk mengingat, tetapi juga sebagai peringatan abadi akan pentingnya pengawasan internasional dan etika dalam sains untuk mencegah terulangnya kengerian senjata radioaktif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *