Dalam khazanah budaya dan spiritual Jawa, sedikit kisah yang sebegitu mistis dan berkuasa seperti hubungan antara Nyi Roro Kidul, Ratu Laut Selatan yang legendaris, dengan para Sultan Mataram. Hubungan ini bukan sekadar dongeng pengantar tidur, melainkan sebuah narasi mendalam yang menyatu dengan sejarah berdirinya Kasultanan Mataram, legitimasi kekuasaan, dan kepercayaan yang bertahan hingga berabad-abad kemudian. Artikel ini akan mengupas tuntas hubungan rahasia tersebut, dari awal mula legenda, implikasinya dalam politik kekuasaan, hingga warisannya yang masih hidup di masa modern.

Siapa Nyi Roro Kidul? Mengenal Penguasa Laut Selatan
Sebelum menyelami hubungannya dengan Mataram, penting untuk memahami sosok Nyi Roro Kidul. Ia dikenal dengan banyak nama: Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul, atau Gusti Kangjeng Ratu Kidul. Dalam mitologi Jawa, ia adalah roh atau dewi yang menguasai Laut Hindia di selatan Pulau Jawa dengan segala isinya, dari ombak besar hingga makhluk halus.
Legenda mengisahkan asal-usulnya sebagai seorang putri dari Kerajaan Sunda atau Galuh yang bernama Kadita atau Dewi Kandita. Karena kutukan ibu tirinya, ia terlempar ke laut dan berubah menjadi penguasa alam gaib, abadi dan cantik jelita. Sejak saat itu, ia diyakini memiliki kedaulatan penuh atas wilayah laut selatan yang terkenal ganas.
Pertemuan Sakral: Panembahan Senopati dan Janji Abadi
Awal dari hubungan rahasia Nyi Roro Kidul dengan Sultan Mataram berakar pada pendiri dinasti Mataram, yaitu Panembahan Senopati (pendiri Kesultanan Mataram Islam). Sekitar akhir abad ke-16, Senopati sedang menjalani tahap tapa brata (meditasi asketik) di Parang Kusumo, sebuah pantai di selatan Yogyakarta. Tujuannya adalah untuk mencari legitimasi dan kekuatan spiritual (wahyu keprabon) guna mendirikan sebuah kerajaan besar.
Dalam semedinya yang keras, ia didatangi oleh Nyi Roro Kidul. Pertemuan ini bukan pertemuan biasa. Sang Ratu, yang terkesan dengan keseriusan dan kekuatan batin Senopati, muncul dan mengakuinya sebagai seorang pemimpin besar. Dari pertemuan inilah lahir sebuah perjanjian atau paktum yang sangat penting:
- Janji Dukungan dan Perlindungan: Nyi Roro Kidul berjanji akan melindungi Senopati dan seluruh keturunannya (Sultan-Sultan Mataram). Ia akan menjamin keselamatan kerajaan dari serangan musuh dan bencana dari laut.
- Legitimasi Spiritual: Pengakuan dari Penguasa Laut Selatan memberikan legitimasi spiritual yang sangat kuat bagi Senopati. Ini menjadi tanda bahwa ia ditakdirkan untuk berkuasa, bukan hanya di mata manusia, tetapi juga di dunia gaib.
- Hubungan Khusus: Beberapa versi menyebutkan hubungan ini lebih dari sekadar perjanjian politik-spiritual. Konon, Nyi Roro Kidul menjadi permaisuri spiritual Senopati dan para penerusnya. Setiap Sultan yang bertahta diyakini memiliki hubungan khusus dengan sang Ratu.
Perjanjian inilah yang menjadi fondasi “hubungan rahasia” antara dua dunia: kerajaan nyata Mataram dan kerajaan gaib Laut Selatan.
Manifestasi Hubungan dalam Tradisi dan Kekuasaan
Hubungan ini tidak hanya tinggal dalam legenda, tetapi mewujud dalam berbagai tradisi dan aturan tidak tertulis di Kasultanan Mataram dan penerusnya (Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta).
1. Larangan Memakai Warna Hijau di Pantai Selatan
Salah satu tradisi yang paling terkenal adalah larangan memakai pakaian berwarna hijau (terutama hijau gadung) di sepanjang pesisir selatan Jawa. Konon, warna hijau adalah warna kesukaan Nyi Roro Kidul. Siapapun yang memakainya bisa dianggap “menyaingi” atau menarik perhatiannya, dan risiko tersapu ombak besar diyakini sangat tinggi. Larangan ini masih sangat dipatuhi hingga hari ini, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh legenda ini.
2. Upacara Labuhan
Ini adalah ritual inti yang menjadi bukti nyata dari hubungan tersebut. Labuhan adalah upacara persembahan yang dilakukan oleh keraton (Yogyakarta dan Surakarta) kepada Nyi Roro Kidul. Upacara ini biasanya dilakukan pada momen-momen tertentu seperti penobatan sultan, ulang tahun sultan, atau tolak bala.
Persembahan (sesajen) yang dilabuh (dilarung ke laut) biasanya terdiri dari pakaian, kain, perhiasan, makanan, dan rias pengantin yang semuanya berwarna hijau. Ritual ini dimaknai sebagai bentuk penghormatan, ungkapan terima kasih, dan pengingat akan perjanjian leluhur untuk terus menerus mendapatkan perlindungan.
3. Ruangan Khusus di Keraton
Baik di Keraton Yogyakarta maupun Surakarta, konon terdapat ruangan atau paviliun khusus yang disediakan untuk Nyi Roro Kidul. Ruangan ini selalu dikosongkan dan dijaga kebersihannya, sebagai simbol bahwa sang Ratu selalu dihormati dan dianggap hadir secara spiritual dalam kehidupan keraton.
4. Legitimasi Politik
Bagi rakyat Jawa pada masa itu, dukungan dari kekuatan gaib seperti Nyi Roro Kidul adalah sebuah legitimasi politik yang tak terbantahkan. Seorang sultan yang diyakini memiliki hubungan baik dengan Ratu Kidul dianggap memiliki wahyu (mandat ilahi) untuk memerintah. Ini memperkuat posisinya di hadapan para bangsawan dan rakyat jelata.
Warisan dan Interpretasi Modern
Di era modern, hubungan Nyi Roro Kidul dengan Sultan Mataram tetap hidup, meski dengan interpretasi yang beragam:
- Budaya dan Pariwisata: Legenda ini menjadi daya tarik wisata yang sangat kuat. Pantai Parangtritis, Parangkusumo, dan lainnya di selatan Jawa dikaitkan erat dengan kisah ini. Banyak wisatawan yang penasaran dan datang untuk mengalami “aura mistis”nya.
- Keyakinan Spiritual: Bagi sebagian masyarakat Jawa, terutama yang masih memegang tradisi Kejawen, keyakinan akan keberadaan Nyi Roro Kidul dan hubungannya dengan keraton adalah sesuatu yang nyata dan harus dihormati.
- Simbol Kearifan Lokal: Para akademisi dan budayawan sering menafsirkan ulang legenda ini sebagai bentuk kearifan lokal. Larangan berwarna hijau dan pantangan lainnya bisa dilihat sebagai cara nenek moyang untuk memperingatkan anak cucu akan bahaya laut selatan yang memang secara alamiah memiliki ombak besar dan arung yang berbahaya. Legenda menjadi “label” yang efektif untuk menyampaikan pesan keselamatan.
Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Mitos
Hubungan antara Nyi Roro Kidul dan Sultan Mataram adalah sebuah simpul yang mengikat sejarah, kekuasaan, spiritualitas, dan budaya Jawa. Ia bermula dari pertemuan sakral Panembahan Senopati yang mencari legitimasi dan melahirkan sebuah perjanjian abadi yang membentuk nasib sebuah dinasti besar.
Hubungan ini terlihat dari tradisi yang bertahan seperti larangan warna hijau dan ritual Labuhan. Ia bukan sekadar mitos pengisi cerita, tetapi sebuah kerangka keyakinan yang memberikan legitimasi, perlindungan simbolis, dan identitas budaya bagi Kerajaan Mataram dan penerusnya. Hari ini, warisan itu terus hidup, menjadi bagian tak terpisahkan dari lanskap budaya Indonesia, mengundang decak kagum, rasa hormat, dan kadang, rasa penasaran yang tak pernah pudar akan dunia spiritual yang masih menyelimuti Nusantara.