Kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) tidak hanya dikenal karena kekejamannya, tetapi juga karena kemampuan finansialnya yang luar biasa kompleks. Laporan-laporan intelijen dari berbagai negara telah mengungkap jaringan pendanaan yang membuat mereka mampu bertahan, membeli senjata, dan merekrut anggota. Memahami cara mereka mendanai terornya adalah kunci untuk memutus mata rantai kekerasan mereka.

Berikut adalah fakta-fakta intelijen tentang bagaimana ISIS mengumpulkan dan mengelola dana mereka.
1. Eksploitasi Sumber Daya Alam: Harta Karun di Bawah Kaki
Pada puncak kejayaannya (2014-2017), ISIS menguasai wilayah yang kaya akan minyak dan gas.
- Minyak Ilegal: Mereka mengambil alih ladang minyak di Irak dan Suriah. Minyak ini kemudian dijual dengan harga jauh di bawah pasar ke pasar gelap, pedagang perantara, dan bahkan kadang-kadang kepada pemerintah Suriah itu sendiri. Laporan intelijen AS memperkirakan, pada masa jayanya, pendapatan ISIS dari minyak ilegal bisa mencapai $1-2 juta per hari.
- Mekanisme Penjualan: Jaringan penjualannya rumit, melibatkan truk-truk tangki yang berpindah-pindah rute untuk menghindari serangan udara. Intelijen memetakan rute-rute ini untuk mencari celah pemblokiran.
- Gas dan Listrik: ISIS juga menguasai pembangkit listrik dan ladang gas, yang digunakan untuk memasok wilayah kekuasaannya dan menarik pajak dari warganya.
2. Penjarahan dan Penjualan Artefak Bersejarah
ISIS secara sistematis menjarah situs-situs arkeologi yang tak ternilai harganya. Mereka tidak hanya menghancurkan, tetapi juga memperdagangkannya.
- Sumber Pendapatan Besar: Artefak dari daerah seperti Palmyra, Suriah, dan Nimrud, Irak, diselundupkan melalui Turki dan Yordania ke kolektor gelap di Eropa, Asia, dan Amerika. Intelijen budaya bekerja sama dengan Interpol untuk melacak dan menyita barang-barang ini.
- “Pajak” Penjarahan: ISIS menerapkan sistem perizinan dan pajak bagi para penjarah, yang memberikan mereka pemasukan tetap tanpa harus turun tangan langsung.
3. Pemerasan dan Pajak (Extortion & Taxation)
Di dalam wilayah yang dikuasai, ISIS membentuk pemerintahan semi-negara dengan sistem perpajakan yang kejam.
- Pajak Perlindungan (Kharaj): Penduduk non-Muslim diwajibkan membayar pajak perlindungan.
- Pajak Perdagangan dan Properti: Semua bentuk kegiatan ekonomi, dari toko hingga peternakan, dikenakan pajak yang tinggi.
- Penyitaan Aset: Aset dan properti milik orang yang melarikan diri atau yang dianggap sebagai musuh disita secara paksa.
4. Penculikan untuk Uang Tebusan
ISIS terkenal dengan taktik penculikan terhadap wartawan, pekerja bantuan, dan warga sipil asing. Mereka kemudian meminta tebusan yang sangat besar kepada pemerintah negara asal korban.
- Strategi yang Menguntungkan: Meski kontroversial, beberapa pemerintah dilaporkan membayar tebusan diam-diam, yang menjadi sumber dana signifikan bagi kelompok tersebut. Intelijen biasanya terlibat dalam negosiasi yang rumit dan berbahaya ini.
5. Sumbangan dan Jaringan Pendanaan Eksternal
Meski tidak lagi menjadi sumber utama, pendanaan dari luar tetap berperan.
- Donor Simpatisan: Jaringan donor individu dari negara-negara Teluk dan lainnya pernah menjadi penyokong dana di awal pembentukan ISIS. Intelijen keuangan global (seperti unit Financial Intelligence Center) memantau aliran uang mencurigakan ini.
- Pencucian Uang: Uang dari donor atau hasil kejahatan dicuci melalui bisnis front (kedok) seperti restoran, perusahaan konstruksi, dan perdagangan mobil di berbagai negara.
6. Perbankan dan Keuangan Informal (Hawala)
ISIS banyak memanfaatkan sistem hawala, sistem transfer uang informal yang berbasis kepercayaan dan tidak meninggalkan jejak audit yang jelas.
- Sulit Dilacak: Sistem ini membuat intelijen kesulitan melacak pergerakan dana karena tidak melalui jalur perbankan formal. Jejak digitalnya minimal.
Upaya Global untuk Memutus Pendanaan ISIS
Komunitas intelijen dan keuangan global tidak tinggal diam. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
- Serangan Udara: Menghancurkan infrastruktur minyak dan fasilitas produksi uang ISIS.
- Sanksi Keuangan: Badan Intelijen Keuangan (seperti FinCEN AS) membekukan aset dan melarang transaksi dengan individu atau entitas yang terkait ISIS.
- Kerja Sama Intelejen: Berbagi informasi antara agen seperti CIA, MI6, Mossad, dan intelijen regional untuk memetakan jaringan pendanaan.
- Peningkatan Regulasi Perbankan: Menerapkan aturan Anti-Money Laundering (AML) dan Counter-Terrorist Financing (CFT) yang lebih ketat.
Kesimpulan
Pendanaan ISIS adalah cerita tentang adaptasi dan kelincahan. Dari menguasai sumber daya alam hingga memanfaatkan sistem keuangan informal, mereka membuktikan bahwa terorisme modern membutuhkan dana yang besar. Fakta intelijen menunjukkan bahwa perang melawan teror tidak hanya dilakukan di medan tempur, tetapi juga di dunia keuangan dan intelijen. Memutus aliran dana mereka sama pentingnya dengan mengalahkan mereka secara militer, karena uang adalah oksigen yang membuat api teror tetap menyala.