Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J bukan sekadar drama kriminal biasa. Kasus ini merupakan sebuah saga yang mengungkap lapisan-lapisan kelam dalam institusi penegak hukum, menyangkut konspirasi, penyalahgunaan kekuasaan, dan penghancuran bukti yang sistematis. Pertanyaan yang terus bergema di publik adalah: Siapa sebenarnya dalang pembunuhan Brigadir J? Apakah hanya Ferdy Sambo sebagai aktor intelektual tunggal, atau ada tangan-tangan lain di baliknya?

Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi, motif, para pelaku, dan proses peradilan yang mengungkap kebenaran di balik tragedi yang mengejutkan seluruh bangsa Indonesia ini.
Kronologi Singkat yang Dibalut Kebohongan
Awalnya, kasus ini disajikan dengan narasi yang jauh dari fakta sesungguhnya. Pada 8 Juli 2022, diberitakan bahwa terjadi baku tembak di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Korbannya adalah Brigadir J, yang diklaim sebagai orang tak dikenal yang masuk secara paksa dan menembak anak Sambo hingga akhirnya ditembak mati oleh pengawalnya.
Namun, penyelidikan yang dilakukan oleh tim khusus Polri yang dipimpin oleh Irjen Agus Andrianto justru menemukan kejanggalan-kejanggalan yang fatal. Tidak ada bukti baku tembak, posisi tembakan tidak masuk akal, dan rekaman CCTV yang ternyata sengaja dimusnahkan. Tabir kebohongan mulai terbuka, dan Ferdy Sambo, yang awalnya sebagai “korban” kejadian, berubah status menjadi tersangka utama.
Siapa Para Pelaku dan Apa Peran Mereka?
Vonis pengadilan telah menjatuhkan hukuman kepada sejumlah pihak, mengungkap sebuah rantai komando dan konspirasi yang melibatkan banyak personel polisi.
- Irjen (Purn.) Ferdy Sambo (Aktor Intelektual)
Sebagai otak dari seluruh kejadian, Sambo dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Motifnya adalah karena diduga Brigadir J memiliki hubungan terlarang dengan istrinya, Putri Candrawathi. Rasa cemburu dan amarah inilah yang mendorongnya untuk merencanakan pembunuhan yang dirancang sedemikian rupa seperti aksi baku tembak. Sambo memberikan perintah langsung kepada anak buahnya untuk mengeksekusi Brigadir J. - Putri Candrawathi (Istri Sambo)
Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara. Perannya sangat sentral sebagai pemicu motif dan terlibat aktif dalam konspirasi. Ia diketahui melakukan percakapan dengan Sambo untuk membahas rencana pembunuhan dan memberikan kesaksian palsu di awal penyelidikan. - Kuat Ma’ruf (Pengawal Sambo)
Sebagai eksekutor langsung, Kuat Ma’ruf menembak Brigadir J hingga tewas. Pengadilan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara baginya. Ia mengaku hanya menjalankan perintah dari atasannya, Ferdy Sambo. - Richard Eliezer atau Bharada E (Pengawal Sambo)
Awalnya disebut sebagai orang yang menembak Brigadir J, tetapi dalam persidangan terungkap bahwa tembakannya tidak mematikan. Bharada E kemudian berubah menjadi justice collaborator (pelaku yang bekerja sama dengan penuntut umum) yang memberikan keterangan kunci yang membongkar seluruh konspirasi yang dirancang Sambo. Karena perannya ini, ia dihukum 1 tahun 6 bulan penjara yang telah dilewati masa tahanannya. - Ricky Rizal atau Bripka RR (Ajudan Sambo)
Ricky Rizal dihukum 13 tahun penjara. Perannya adalah membantu merancang adegan pseudo-baku tembak dan memusnahkan bukti-bukti, termasuk menghapus rekaman CCTV. Ia mengetahui rencana tersebut namun tidak mencegah atau melaporkannya.
Motif di Balik Pembunuhan Brigadir J
Pengadilan menyepakati bahwa motif utama pembunuhan ini adalah kecemburuan (revenge). Ferdy Sambo merasa harga dirinya sebagai laki-laki dan perwira polisi ternoda oleh hubungan yang diduganya terjadi antara istrinya dan Brigadir J. Motif ini lebih kuat daripada motif lainnya seperti penyimpangan dana atau pelanggaran yang diketahui Brigadir J.
Namun, banyak pengamat yang mempertanyakan apakah motif cemburu cukup kuat untuk membuat seorang perwira tinggi polisi mengambil risiko begitu besar. Spekulasi tentang adanya “motif lain” yang lebih gelap, seperti keterlibatan dalam praktik-praktik ilegal yang diketahui oleh Brigadir J, masih terus beredar, meskipun tidak terbukti di pengadilan.
Proses Peradilan dan Keterbukaan Informasi
Kasus Brigadir J menjadi contoh langka dalam peradilan Indonesia. Sidang yang disiarkan secara langsung menjadi bukti transparansi yang luar biasa di bawah tekanan publik yang masif. Masyarakat menyaksikan langsung bagaimana konspirasi itu dibongkar piece by piece, terutama setelah kesaksian Bharada E yang berani melawan komandannya.
Transparansi ini berhasil memulihkan sedikit kepercayaan publik terhadap institusi Kepolisian dan sistem peradilan yang awalnya diragukan akan mampu mengadili seorang jenderal aktif.
Kesimpulan: Siapa Dalang Sesungguhnya?
Berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, dalang utama dan aktor intelektual di balik pembunuhan Brigadir J adalah Ferdy Sambo. Ia adalah otak yang merencanakan, memerintahkan, dan mengatur panggung kejahatan untuk menutupi noda pribadinya.
Namun, pertanyaan “Siapa di Balik Sambo?” mungkin masih tersisa. Apakah Sambo bertindak sepenuhnya sendiri? Atau ada sistem, budaya, atau “tuhan-tuhan kecil” dalam institusi yang memungkinkan seseorang seperti Sambo merasa memiliki kekuasaan absolut hingga bisa menghilangkan nyawa orang lain dan mengatur sebuah konspirasi kompleks?
Jawabannya terletak pada refleksi kita bersama. Brigadir J telah menjadi martir yang mengorbankan nyawanya untuk membuka mata kita semua tentang bahaya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), budaya bungkus (cover-up), dan pentingnya pengawasan eksternal terhadap institusi penegak hukum. Kasus ini bukan akhir, tetapi sebuah awal untuk terus memperjuangkan reformasi dan transparansi di tubuh Polri dan institusi hukum Indonesia lainnya.
Kematian Brigadir J tidak akan pernah sia-sia jika kita mengambil pelajaran berharga darinya: bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum, dan kebenaran, pada akhirnya, akan selalu menemukan jalannya untuk terungkap.