Lebih dari dua dekade telah berlalu, namun pertanyaan “Siapa dalang di balik Krismon 1998?” masih terus bergaung. Krisis Moneter (Krismon) 1998 bukan sekadar badai ekonomi biasa, melainkan sebuah peristiwa multidimensi yang meruntuhkan rezim Orde Baru dan mengubah wajah Indonesia selamanya. Banyak narasi resmi yang beredar, tetapi terdapat fakta-fakta kompleks yang sering disembunyikan atau kurang mendapat sorotan.

Artikel ini akan mengupas tuntas akar permasalahan, tokoh-tokoh yang terlibat, dan teori yang mengungkap dalang di balik Krismon 1998.
Apa Itu Krismon 1998? Memahami Dasar Krisis
Krismon 1998 adalah krisis ekonomi dan moneter parah yang melanda Indonesia, dimulai pertengahan 1997 sebagai bagian dari Krisis Finansial Asia. Awalnya berupa depresiasi nilai Rupiah terhadap Dolar AS yang tak terkendali, yang kemudian merambat menjadi krisis perbankan, krisis utang korporasi, dan akhirnya krisis politik dan sosial total.
Pada puncaknya, nilai Rupiah anjlok dari sekitar Rp 2,500 per dolar AS menjadi hampir menyentuh Rp 17,000. Inflasi meroket, ribuan perusahaan kolaps, dan lapangan kerja menghilang, memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Penyebab Krismon 1998: Kombinasi Faktor Internal dan Eksternal
Menyalahkan satu pihak sebagai “dalang” tunggal adalah penyederhanaan. Krisis ini adalah hasil dari simbiosis mematikan antara kelemahan domestik dan gempuran eksternal.
1. Faktor Internal: Bom Waktu Ekonomi Orde Baru
- Fundamental Ekonomi yang Rapuh: Ekonom Indonesia tumbuh pesat, tetapi dibangun di atas fondasi yang lemah: korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sistemik.
- Sektor Perbankan yang Tidak Sehat: Banyak bank, termasuk milik anak-anak pejabat (“bank titipan”), melakukan praktik pinjaman lunak (soft lending) dan penggelembungan kredit tanpa analisis yang prudent. Utang swasta luar negeri menumpuk tanpa lindung nilai (hedging) yang memadai.
- Rezim Nilai Tukar Terkontrol: Kebijakan “managed floating system” yang dipegang ketat oleh Bank Indonesia dianggap tidak lagi realistis dengan kekuatan pasar, membuat Rupiah rentan terhadap serangan spekulan.
- Ketergantungan Impor dan Utang Luar Negeri: Industri nasional sangat bergantung pada impor bahan baku dan mesin. Ketika Rupiah melemah, biaya produksi dan cicilan utang luar negeri membengkak drastis.
2. Faktor Eksternal: Badai Global yang Mematikan
- Krisis Kepercayaan Global: Dimulai dari devaluasi Baht Thailand, krisis cepat menyebar ke Indonesia karena investor asing kehilangan kepercayaan terhadap seluruh ekonomi Asia Tenggara. Mereka melakukan penarikan dana secara besar-besaran (capital flight).
- Peran Spekulan Mata Uang: Para spekulan internasional, seperti George Soros dan dana lindung nilainya (hedge funds), dianggap sebagai “dalang” yang memicu krisis dengan melakukan short selling terhadap mata uang Asia, termasuk Rupiah.
- Intervensi Kebijakan IMF: Program penyelamatan dari International Monetary Fund (IMF) yang diterapkan pemerintah Indonesia menuai kontroversi. Kebijakan seperti likuidasi 16 bank nasional (November 1997) justru memicu panik dan rush pada perbankan nasional. Paket kebijakan pengetikan moneter dan fiskal yang ketat dinilai memperdalam resesi.
Siapa Dalang di Balik Krismon 1998? Mengungkap Tokoh dan Teori
Pertanyaan tentang “dalang” mengarah pada beberapa aktor kunci, baik individu maupun institusi.
1. Rezim Orde Baru dan Keluarga Cendana
Banyak analis berpendapat bahwa dalang sesungguhnya adalah akumulasi kebijakan Orde Baru sendiri yang korup selama 32 tahun. Soeharto, para kroninya, dan anak-anaknya yang mengontrol bisnis-bisnis strategis dianggap telah menciptakan sistem ekonomi yang oligarkis dan rentan. Mereka adalah “dalang” yang menanam bom waktu ekonomi tersebut.
2. George Soros dan Spekulan Lainnya
Figur George Soros paling sering disebut sebagai “dalang” dari luar. Aktivitas perdagangan mata uang Quantum Fund miliknya dituding sebagai pemicu jatuhnya nilai Rupiah. Meski Soros membantah dan menyatakan krisis adalah kesalahan kebijakan domestik, tidak dapat dipungkiri bahwa aksi spekulasi massal turut mempercepat kehancuran.
3. International Monetary Fund (IMF)
Kritik terhadap IMF sangat keras. Banyak yang melihat kebijakan IMF yang kaku dan tidak memahami konteks lokal justru menjadi “dalang” yang memperparah krisis. Likuidasi bank yang ceroboh dan pemotongan subsidi BBM memicu gejolak sosial dan memperburuk krisis kepercayaan.
4. Elit Global dan Konspirasi?
Beberapa teori konspirasi menyebutkan bahwa krisis sengaja direkayasa oleh kekuatan elit global untuk melemahkan kedaulatan ekonomi Indonesia, mengambil alih aset-aset strategis dengan harga murah, dan mengubah lanskap politik negara. Namun, teori ini sulit dibuktikan secara empiris dan lebih merupakan interpretasi terhadap dampak krisis.
Dampak dan Warisan Krismon 1998: Lebih dari Sekadar Ekonomi
Dampak Krismon 1998 sangatlah luas:
- Ekonomi: Kontraksi ekonomi hingga -13.7%, kemiskinan melonjak, dan nilai harta negara hilang.
- Politik: Lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, mengakhiri rezim Orde Baru dan membuka pintu Reformasi.
- Sosial: Kerusuhan Mei 1998 yang memakan banyak korban jiwa, terutama etnis Tionghoa, dan mengakibatkan disintegrasi sosial.
Kesimpulan: Dalang yang Plural
Mencari satu “dalang” tunggal di balik Krismon 1998 adalah hal yang keliru. Dalang di balik Krismon 1998 adalah sebuah kombinasi dari kelemahan struktural dalam negeri, kebijakan ekonomi yang keliru, keserakahan para spekulan internasional, dan kesalahan penanganan krisis oleh lembaga multilateral seperti IMF.
Peristiwa ini mengajarkan pelajaran berharga tentang pentingnya tata kelola pemerintahan yang bersih, sistem perbankan yang sehat, dan kewaspadaan terhadap arus modal global yang volatile. Krismon 1998 adalah pengingat pahit bahwa stabilitas ekonomi yang dibangun di atas fondasi rapuh, pada akhirnya akan runtuh diterpa badai.