Nama Majapahit bergema dalam benak setiap orang Indonesia sebagai simbol kejayaan Nusantara di masa silam. Sebuah imperium besar yang konon membentang dari Sumatra hingga Papua, mempersatukan kepulauan di bawah panji-panji Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada. Namun, di balik kegemilangan yang diceritakan itu, tersembunyi sebuah pertanyaan kritis: di manakah bukti fisik kejayaannya? Mengapa peninggalan kerajaan sebesar itu tidak semegah atau sebanyak kerajaan-kerajaan lain? Ini memunculkan spekulasi menarik tentang kemungkinan adanya konspirasi penghilangan bukti sejarah keemasan Majapahit.

Mengurai Jejak Kejayaan: Bukti yang Tak Terbantahkan
Sebelum membahas teori konspirasi, penting untuk mengakui bukti-bukti nyata yang telah diakui oleh para sejarawan dan arkeolog.
1. Sastra dan Kitab Klasik (Kakawin)
Sumber primer utama tentang Majapahit berasal dari karya sastra. Negarakertagama (karya Mpu Prapanca, 1365) adalah “buku panduan” negara yang detail, menggambarkan wilayah kekuasaan, struktur pemerintahan, kehidupan kerajaan, dan upacara keagamaan. Pararaton (Kitab Raja-Raja) menceritakan sejarah raja-raja Singasari dan Majapahit, meski bercampur dengan mitos dan legenda. Kakawin ini menjadi bukti literer yang kuat tentang kompleksitas dan kecanggihan peradaban Majapahit.
2. Prasasti
Beberapa prasasti penting seperti Prasasti Kudadu dan Prasasti Sukamerta mencatat peristiwa sejarah awal berdirinya Majapahit. Prasasti-prasasti ini, yang ditulis dalam aksara Jawa Kuno, memberikan data autentik tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan hukum pada masa itu.
3. Candi-Candi Peninggalan
Berbeda dengan candi Buddha atau Hindu periode sebelumnya (seperti Borobudur dan Prambanan) yang monumental, candi peninggalan Majapahit memiliki karakteristik sendiri. Candi-candi seperti Candi Tikus, Candi Brahu, Gapura Bajang Ratu, dan Candi Sukuh menunjukkan gaya arsitektur “meru” dan penggunaan bata merah. Kompleks Trowulan sebagai bekas ibu kota juga menyisakan struktur fondasi, kolam (seperti Segaran), dan sistem kanal yang mencerminkan tata kota yang terencana.
Kesenjangan Arkeologis: Mengapa Relatif “Sedikit”?
Inilah yang memicu berbagai teori. Dibandingkan dengan luasnya wilayah yang diklaim dikuasai, peninggalan fisik Majapahit terpusat di Jawa Timur (khususnya Trowulan) dan terkesan “tidak seimbang”.
- Material Bangunan: Majapahit banyak menggunakan bahan yang mudah lapuk seperti kayu, bambu, dan bata merah. Berbeda dengan candi-candi periode sebelumnya yang menggunakan batu andesit yang tahan lama. Kayu dan bata merah lebih rentan terhadap pelapukan, kebakaran, dan penghancuran.
- Bencana Alam: Letusan gunung berapi dahsyat (seperti Gunung Kelud) dan gempa bumi dipercaya telah mengubur dan menghancurkan sebagian besar peninggalan peradaban.
- Lokasi Ibu Kota: Kawasan Trowulan adalah dataran rendah yang rawan banjir dan memiliki tingkat keasaman tanah tinggi, mempercepat proses kerusakan artefak organik dan struktur bata.
Konspirasi Penghilangan: Fakta atau Fiksi?
Teori konspirasi penghilangan bukti sejarah Majapahit umumnya berspekulasi bahwa ada upaya sistematis untuk meminggirkan narrative kejayaan Hindu-Buddha dalam panggung sejarah Indonesia. Beberapa argumennya adalah:
1. Transisi Kekuasaan ke Kesultanan Islam
Setelah keruntuhan Majapahit, kekuasaan beralih ke Kesultanan Demak dan kerajaan-kerajaan Islam berikutnya. Dalam proses Islamisasi, sangat mungkin terjadi alih fungsi, penghancuran, atau pembiaran terhadap situs-situs yang dianggap simbol “kepercayaan lama”. Banyak batu bata dari situs Majapahit yang diduga digunakan kembali untuk membangun masjid dan keraton baru. Ini bukanlah konspirasi jahat, tetapi praktik umum dalam sejarah dunia saat sebuah dinasti baru menggantikan yang lama.
2. Politik Historiografi Kolonial
Penjajah Belanda memiliki kepentingan politik dalam menulis sejarah Nusantara. Mereka kerap mempromosikan narrative “divide et impera” (memecah belah dan menguasai). Menonjolkan kejayaan Majapahit yang membentang luas justru bisa membangkitkan semangat nasionalisme dan persatuan melawan kolonial. Oleh karena itu, beberapa pihak meyakini bahwa Belanda sengaja tidak menggali dan mempromosikan peninggalan Majapahit secara maksimal, atau menulis sejarah yang terfragmentasi.
3. Politik Kebangsaan Modern
Pasca kemerdekaan, Indonesia membutuhkan narrative pemersatu yang kuat. Pancasila hadir sebagai ideologi yang mengakomodir semua agama. Terlalu menekankan kejayaan Hindu-Buddha Majapahit dikhawatirkan dapat menimbulkan sentimen yang tidak diinginkan dengan mayoritas Muslim. Ini bukan penghilangan secara fisik, tetapi mungkin berupa penekanan (downplaying) dalam kurikulum pendidikan nasional awal, dimana peran kerajaan-kerajaan Islam lebih dominan diceritakan.
Kesimpulan: Antara Realita dan Romantisme
Klaim “konspirasi penghilangan” bukti sejarah Majapahit adalah gabungan antara fakta sejarah yang terfragmentasi dan romantisme nasional akan sebuah Zaman Keemasan.
Yang paling mungkin terjadi adalah proses penghilangan non-malicious yang kompleks. Kombinasi dari:
- Faktor Alam: Bahan bangunan yang mudah rusak dan bencana alam.
- Faktor Sosial-Budaya: Penggunaan kembali material bangunan (spolia) oleh generasi berikutnya, yang merupakan hal yang wajar secara historis.
- Faktor Politis: Penulisan sejarah yang memang cenderung dilakukan oleh pemenang (kesultanan Islam dan kolonial Belanda), yang secara tidak langsung meminggirkan narrative sebelumnya.
Penting untuk melihat Majapahit bukan semata dari kelangkaan peninggalan fisiknya, tetapi dari warisan budayanya yang masih hidup: sistem pemerintahan, konsep kenegaraan, seni, sastra, dan terutama semangat persatuan Nusantara yang diwariskan hingga kini. Upaya arkeologis di Trowulan yang terus berlanjut membuktikan bahwa cerita Majapahit masih panjang untuk ditelusuri, dan setiap penemuan baru adalah kunci untuk mengungkap lebih banyak misteri tentang raksasa yang mungkin hanya tertidur itu.
Jadi, apakah ada konspirasi? Mungkin tidak dalam bentuk rapat rahasia untuk menghapus Majapahit. Namun, ada kelalaian sejarah (historical neglect) yang terjadi akibat peralihan zaman, kekuasaan, dan ideologi—sebuah fenomena yang jauh lebih umum dan kompleks daripada sekadar konspirasi.