Dalam bayangan banyak orang, santet atau ilmu hitam sering dikaitkan dengan dunia pedesaan, perselisihan pribadi, atau rasa dendam antar tetangga. Namun, belakangan ini, wacana santet merambah ranah yang lebih luas dan gelap: dunia elite penguasa dan konglomerat. Muncul pertanyaan, benarkah santet digunakan sebagai senjata ghaib tak kasat mata untuk meraih, mempertahankan, atau melindungi kekuasaan dan harta?

Artikel ini akan mengeksplorasi hubungan antara santet dan kalangan elite dari sudut pandang sejarah, motif, serta beberapa kasus yang mengemuka.
Apa Itu Santet? Memahami Konsep Ilmu Hitam
Sebelum melangkah lebih jauh, penting untuk memahami apa itu santet. Dalam khazanah budaya Indonesia, khususnya Jawa, santet merujuk pada praktik ilmu hitam yang bertujuan untuk mencelakai seseorang dari jarak jauh. Praktik ini melibatkan ritual tertentu, mantra, dan penggunaan media seperti boneka, paku, atau rambut korban. Efek yang ditimbulkan bisa berupa sakit misterius, kegagalan usaha, hingga kematian.
Keyakinan akan santet bukanlah hal baru. Ia berakar dari sistem kepercayaan animisme dan dinamisme, yang kemudian bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan later.
Motif di Balik Tirai Kekuasaan: Mengapa Elite Dianggap Terlibat?
Mengapa wacana santet dan elite begitu kuat? Beberapa motif yang sering dikemukakan antara lain:
- Kompetisi Politik yang Tak Sehat: Dalam pertarungan merebut kursi kekuasaan, segala cara dianggap halal. Santet diyakini sebagai senjata untuk melemahkan lawan politik, baik secara fisik maupun mental, sehingga popularitas dan elektabilitasnya menurun.
- Perebutan Bisnis dan Proyek: Di dunia bisnis yang keras, santet bisa dianggap sebagai alat untuk menjatuhkan kompetitor. Mitos tentang pesaing yang tiba-tiba bangkrut atau mengalami serangkaian kesialan sering dikaitkan dengan praktik ini.
- Melindungi Status Quo: Para elite yang sudah mapan dikabarkan menggunakan jasa “orang pintar” atau “tukang sihir” untuk melindungi kekayaan dan posisinya dari ancaman, baik dari luar maupun dalam lingkaran sendiri.
- Balas Dendam dan Penjagaan Diri: Persaingan di kalangan elite tidak selalu berakhir damai. Santet menjadi opsi untuk balas dendam secara diam-diam tanpa meninggalkan bukti fisik.
Dari Mitos hingga Kasus Nyata: Santet dalam Sorotan
Beberapa kasus di Indonesia telah mengangkat isu santet ke tingkat nasional, meski sulit dibuktikan secara ilmiah.
- Kasus Pembunuhan Dukun Santet: Sepanjang akhir 1990-an, terutama di Jawa Timur, terjadi gelombang pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet. Kasus ini membuka tabir betapa kuatnya keyakinan masyarakat akan praktik ini dan bagaimana ia bisa memicu kekerasan massal.
- Kasus-kasus Politik Lokal: Selama pemilu, sering beredar kabar burung tentang kandidat tertentu yang menggunakan jasa dukun untuk memenangkan pertarungan. Cerita-cerita ini, meski sulit diverifikasi, memperkuat narasi hubungan antara santet dan kekuasaan.
- Testimoni dan Pengakuan: Beberapa mantan “praktisi” atau orang dalam occasionally mengungkapkan adanya permintaan jasa dari kalangan tertentu untuk tujuan-tujuan duniawi. Pengakuan ini semakin memupuk kepercayaan publik.
Analisis: Antara Keyakinan, Psikologi, dan Manipulasi
Hubungan santet dan elite tidak bisa dilihat hanya dari sisi supranatural semata. Beberapa analisis dapat diajukan:
- Alat Penguat Stigma dan Pengalihan Isu: Menuduh lawan politik terlibat santet adalah cara efektif untuk mendelegitimasi dan menciptakan stigma negatif di masyarakat. Ini juga bisa menjadi alat untuk mengalihkan perhatian publik dari masalah substantif seperti korupsi atau kebijakan yang gagal.
- Aspek Psikologis: Kepercayaan pada santet menciptakan ketakutan kolektif. Dalam dunia elite, ketakutan ini bisa dimanfaatkan untuk mengontrol perilaku dan menjaga loyalitas. Seseorang akan berpikir dua kali untuk berkhianat jika percaya bahwa bosnya memiliki akses ke kekuatan ghaib.
- Bisnis Ketakutan: Di baliknya, ada “industri” yang melayani ketakutan ini. Para dukun, paranormal, dan “tukang jimat” seringkali dibayar mahal oleh klien dari kalangan atas untuk memberikan perlindungan atau menyerang pihak lawan.
Kesimpulan: Kuasa Maya di Tangan yang Salah
Santet, dalam konteks elite, lebih dari sekadar persoalan keyakinan tradisional. Ia telah bertransformasi menjadi alat politik, senjata bisnis, dan komoditas yang diperjualbelikan di pasar ketakutan. Apakah kekuatannya nyata? Ilmu pengetahuan tentu menolaknya. Namun, keyakinan akan keberadaannya dan dampak psikologis yang ditimbulkannya adalah hal yang sangat nyata dan berpengaruh.
Pada akhirnya, wacana santet dan elite mencerminkan kegelapan hati manusia dalam memperebutkan kuasa. Ketika etika dan hukum diabaikan, manusia cenderung mencari jalan pintas, bahkan hingga ke ranah yang tak kasat mata. Dalam pertarungan ini, yang dikhawatirkan bukan hanya kekalahan fisik, tetapi juga erosi nilai-nilai kemanusiaan dan akal sehat.