Misteri Supersemar Dengan Penculikan President Soekarno

Misteri Supersemar hingga hari ini tetap menjadi salah satu episode paling gelap dan paling polemis dalam sejarah Indonesia. Surat Perintah Sebelas Maret, atau yang dikenal dengan Supersemar, bukan sekadar dokumen transfer kekuasaan. Ia adalah sebuah lakon dramatis yang melibatkan tekanan militer, intrik politik, dan klaim “penculikan” terhadap Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno.

supersemar

Apa sebenarnya yang terjadi pada 11 Maret 1966? Bagaimana peristiwa itu mengantarkan Soeharto ke puncak kekuasaan dan sekaligus menjadi awal keruntuhan Soekarno? Artikel ini akan menyelami lorong waktu untuk mengungkap fakta, teori, dan dampak abadi dari Supersemar.

Latar Belakang: Indonesia dalam Kancah Api dan Krisis

Untuk memahami Supersemar, kita harus melihat kondisi Indonesia pada tahun 1965-1966. Situasi negara sedang dalam titik nadir:

  1. Kudeta G30S/PKI: Peristiwa Gerakan 30 September 1965 telah menewaskan enam jenderal senior dan menciptakan kekacauan politik serta dendam yang mendalam.
  2. Krisis Ekonomi Akut: Inflasi meroket hingga lebih dari 600%, perekonomian lumpuh, dan kemiskinan merajalela.
  3. Ketegangan Politik Memanas: Soekarno, yang masih berusaha mempertahankan kekuasaannya, dihadapkan pada tekanan besar dari massa, terutama dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan elemen Angkatan Darat yang dipimpin Mayor Jenderal Soeharto.
  4. Kesehatan Soekarno: Kondisi kesehatan Soekarno mulai menurun, yang melemahkan posisinya dalam mengendalikan negara.

Dalam kondisi seperti bubuk mesiu inilah, peristiwa Supersemar terjadi.

11 Maret 1966: Hari yang Mengguncang Istana

Pada pagi itu, sebuah sidang kabinet Dwikora yang Disempurnakan (Kabinet 100 Menteri) berlangsung di Istana Merdeka. Soekarno memimpin sidang, didampingi oleh sejumlah menteri dan perwira tinggi, termasuk Soeharto yang tidak hadir karena sakit.

Kronologi “Penculikan” Soekarno:

  • Laporan Intelijen Mendadak: Di tengah sidang, ajudan Soekarno melaporkan adanya pasukan tak dikenal yang mengepung istana. Pasukan ini diduga berasal dari Batalyon 530/Chandra Kirana dari Brawijaya (versi TNI AD) atau pasukan tak dikenal lainnya (versi pendukung Soekarno).
  • Kepanikan dan Evakuasi: Mendengar laporan tersebut, Soekarno, bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Dr. Subandrio dan Dr. Chaerul Saleh, serta sejumlah pengawal setianya (Pasukan Cakrabirawa), memutuskan untuk meninggalkan istana secara tergesa-gesa menuju Istana Bogor dengan helikopter.
  • Tiga Jenderal di Bogor: Menyusul kepergian Soekarno, tiga perwira tinggi—Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Jusuf, dan Brigjen Amir Machmud—meminta izin untuk memastikan keselamatan Presiden. Mereka pun berangkat ke Istana Bogor.

Misteri Perumusan Supersemar di Istana Bogor

Inilah inti dari Misteri Supersemar. Di Istana Bogor, terjadi pertemuan antara Soekarno yang gelisah dengan tiga jenderal tersebut. Apa yang sebenarnya dibicarakan?

Versi Resmi (Versi Orde Baru):
Ketiga jenderal dikatakan telah membujuk Soekarno yang sedang dalam tekanan dan ketakutan untuk memberikan mandat kepada Soeharto guna memulihkan keamanan dan ketertiban. Soekarno konstan setuju, dan surat perintah pun dirumuskan oleh Sekretaris Negara, Moh. Ichsan, dan kemudian ditandatangani oleh Soekarno. Surat itu kemudian dibawa kembali ke Jakarta oleh ketiga jenderal dan diserahkan kepada Soeharto.

Versi Lain & Klaim “Penculikan”:
Banyak sejarawan dan saksi, termasuk dari kalangan pendukung Soekarno, menyatakan narasi yang sangat berbeda. Mereka menyebut situasi di Istana Bogor lebih mirip sebuah pemaksaan atau bahkan “penculikan” terselubung.

  • Soekarno dalam Tekanan: Soekarno didesak dalam keadaan psikologis yang tertekan. Kepergiannya dari Jakarta digambarkan sebagai sebuah “pelarian” yang dipicu oleh ancaman militer, sehingga tanda tangannya bukanlah sebuah keputusan yang bebas dan sukarela.
  • Isi Surat yang Diperdebatkan: Isi Supersemar asli sendiri sangat singkat dan ambigu. Ia hanya memberi mandat kepada Soeharto untuk “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan.” Soeharto kemudian menafsirkan mandat ini secara sangat luas, jauh melampaui maksud awal (jika ada).

Dampak Langsung & Tafsir Soeharto atas Supersemar

Dengan Supersemar di tangannya, Soeharto bergerak cepat dan tepat. Dalam hitungan hari, ia menggunakan surat tersebut untuk:

  1. Membubarkan PKI beserta semua onderbou-nya pada 12 Maret 1966.
  2. Menahan para menteri yang diduga terlibat G30S/PKI atau dianggap setia pada Soekarno, seperti Subandrio dan Chaerul Saleh.

Langkah-langkah ini secara efektif melumpuhkan kekuasaan Soekarno. Supersemar yang awalnya diklaim sebagai upaya untuk menyelamatkan Soekarno, justru menjadi alat untuk melengserkannya secara sistematis. Soeharto naik ke puncak kekuasaan dan secara resmi menjadi Presiden kedua Indonesia pada 1968.

Peninggalan Abadi: Mengapa Misteri Supersemar Tetup Relevan?

Misteri Supersemar bukan hanya soal masa lalu. Ia memiliki relevansi yang kuat hingga kini:

  • Pemalsuan Sejarah? Selama Orde Baru, narasi Supersemar diajarkan secara tunggal di sekolah-sekolah sebagai tindakan heroik dan konstitusional. Setelah reformasi, versi ini banyak dipertanyakan.
  • Hilangnya Naskah Asli: Naskah asli Supersemar tidak pernah ditemukan hingga hari ini, yang semakin menambah aura misterinya. Berbagai pihak saling menyalahkan mengenai hilangnya dokumen penting ini.
  • Simbol Perebutan Kekuasaan: Peristiwa ini adalah sebuah studi kasus klasik tentang bagaimana kekuasaan dapat beralih melalui sebuah dokumen yang dipaksakan, ditafsirkan secara sepihak, dan dikelilingi oleh intimidasi militer.

Kesimpulan: Titik Balik yang Kelam

Misteri Supersemar dengan klaim “penculikan” Soekarno—baik secara fisik maupun psikologis—tetap menjadi luka dalam historiografi Indonesia. Ia adalah momen ketika demokrasi dan konstitusi dikalahkan oleh realpolitik dan kekuatan senjata. Pengungkapan kebenaran seutuhnya mungkin masih tertutup oleh waktu dan kepentingan, namun yang pasti, Supersemar telah mengubah arah sejarah Indonesia selamanya, mengakhiri era Soekarno dan memulai kekuasaan Orde Baru selama 32 tahun di bawah Soeharto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *