Surat Perintah Sebelas Maret atau yang lebih dikenal dengan Supersemar merupakan salah satu dokumen paling krusial dan kontroversial dalam sejarah Indonesia. Dokumen ini menandai titik balik dari rezim Orde Lama ke Orde Baru, dengan memberikan mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Namun, di balik narasi resmi yang diajarkan di sekolah, terselubung misteri yang hingga hari ini masih menjadi bahan perdebatan: Benarkah CIA, dinas rahasia Amerika Serikat, memiliki peran terselubung dalam perumusan Supersemar?

Artikel ini akan mengupas tuntas latar belakang, teori, dan bukti-bukti sejarah yang melatarbelakangi pertanyaan besar tersebut.
Latar Belakang yang Mendidih: Indonesia di Tengah Perang Dingin
Untuk memahami konteksnya, kita harus membawa diri kita kembali ke era 1960-an. Indonesia di bawah Presiden Soekarno menjalankan politik “NASAKOM” (Nasionalis, Agama, Komunis) yang membaurkan berbagai ideologi. Namun, Partai Komunis Indonesia (PKI) saat itu tumbuh menjadi partai komunis terbesar di luar blok Soviet dan Tiongkok.
Dalam peta Perang Dingin, hal ini menjadi mimpi buruk bagi Amerika Serikat dan sekutunya. AS, yang sedang berkecamuk dalam perang meluasnya pengaruh komunisme (Containment Policy), memandang Indonesia sebagai domino berikutnya yang bisa jatuh ke tangan komunis. Ekonomi Indonesia yang morat-marit dan hubungan dekat Soekarno dengan PKI serta Tiongkok semakin mengkhawatirkan pemerintahan AS di bawah Presiden Lyndon B. Johnson.
Teori Keterlibatan CIA: Motif, Peluang, dan Dokumen Rahasia
Teori mengenai keterlibatan CIA dalam peristiwa yang melahirkan Supersemar bukanlah tanpa dasar. Beberapa poin kunci yang sering diangkat oleh para sejarawan dan pengamat adalah:
- Motif yang Kuat: AS memiliki kepentingan strategis yang sangat besar untuk menggulingkan Soekarno dan menghancurkan PKI. Jika intervensi dapat dilakukan tanpa keterlibatan militer langsung, itu akan menjadi kemenangan diplomatik dan intelijen yang besar bagi AS.
- Operasi Intelijen AS yang Aktif: Berbagai dokumen yang dideklasifikasi belakangan tahun ini mengkonfirmasi bahwa CIA memang menjalankan operasi rahasia di Indonesia pada periode tersebut. Salah satu operasi yang terdokumentasi adalah penyediaan dana dan daftar nama anggota PKI kepada pihak militer Indonesia, yang kemudian digunakan dalam pembunuhan massal 1965-1966.
- Situasi yang “Terlalu Sempurna”: Peristiwa G30S dan kekacauan yang menyertainya menciptakan situasi yang sempurna bagi peralihan kekuasaan. Teori konspirasi menyebutkan bahwa kekacauan ini bisa jadi dimanipulasi atau dibiarkan membesar untuk menciptakan alasan bagi militer, di bawah Soeharto, untuk mengambil alih kendali. Supersemar adalah instrumen hukum yang melegitimasi tindakan tersebut.
- Pernyataan Para Pelaku: Beberapa pihak yang terlibat, seperti Jenderal (Purn) Abdul Haris Nasution, dalam berbagai kesempatan menyiratkan adanya “faktor asing” yang bermain. Meski tidak secara eksplisit menyebut CIA, isyaratnya cukup jelas. Selain itu, sejarawan seperti Benedict Anderson dan John Roosa telah banyak menulis tentang kemungkinan intervensi asing dalam transisi kekuasaan ini.
Bantahan dan Narasi Resmi
Di sisi lain, narasi resmi dari pemerintah Orde Baru dan para pendukungnya selalu menegaskan bahwa Supersemar adalah murni hasil keputusan politik dalam negeri. Mereka berargumen:
- Soekarno mengeluarkan Surat Perintah tersebut atas kesadarannya sendiri untuk menyelamatkan negara dari ancaman perang saudara.
- Dokumen itu adalah bentuk kepercayaan Soekarno kepada Soeharto sebagai panglima militer untuk mengembalikan stabilitas.
- Keterlibatan AS, jika ada, hanyalah dalam bentuk dukungan politik setelah peristiwa, bukan dalam merancang dokumen Supersemar itu sendiri.
Analisis: Di Mana Kebenarannya?
Kebenaran mutlak mungkin sulit diungkap sepenuhnya, karena banyak dokumen intelijen yang masih menjadi rahasia. Namun, analisis yang paling masuk akal adalah:
CIA mungkin tidak secara langsung menuliskan kata-per-kata dalam dokumen Supersemar. Akan tetapi, mereka menciptakan iklim dan kondisi yang membuat penerbitan dokumen semacam itu menjadi suatu keniscayaan.
Dukungan AS kepada faksi militer Angkatan Darat (yang anti-komunis), baik dalam bentuk intelijen, dana, maupun dukungan politik internasional, memberikan kekuatan dan keberanian bagi faksi tersebut untuk bergerak. Dengan kata lain, CIA membangun panggung, sementara aktor-aktor lokal yang memainkan drama politiknya. Supersemar adalah klimaks dari drama tersebut, yang melegitimasi peralihan kekuasaan yang memang diinginkan oleh Washington.
Kesimpulan: Misteri yang Membentuk Negeri
Pertanyaan “Apakah CIA terlibat dalam perumusan Supersemar?” tidak lagi bisa dijawab dengan hitam atau putih. Bukti-bukti sejarah yang terungkap sejauh ini menunjukkan pola keterlibatan AS yang dalam dan signifikan dalam pergolakan politik Indonesia 1965-1966.
Supersemar bukan sekadar secarik kertas, melainkan simbol dari sebuah titik balik sejarah yang kompleks, di mana kepentingan geopolitik global bersinggungan dengan dinamika kekuasaan domestik. Misteri di baliknya terus mengingatkan kita bahwa sejarah seringkali ditulis oleh para pemenang, sementara kebenaran seutuhnya tersembunyi di dalam bayang-bayang kekuasaan. Mengungkap peran CIA, dalam tingkat apapun, adalah bagian penting dari upaya memahami jalan bangsa Indonesia menuju bentuknya yang sekarang.