Supersemar – tiga suku kata yang menyimpan misteri terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Surat Perintah Sebelas Maret, atau yang akrab disebut Supersemar, merupakan pintu gerbang transisi kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru. Namun, di balik perannya yang monumental, terselubung teka-teki yang hingga kini belum terpecahkan: Di manakah sebenarnya Dokumen Supersemar asli berada?

Pertanyaan ini bukan hanya menjadi perdebatan di kalangan sejarawan, tetapi juga menyentuh inti dari legitimasi kekuasaan selama 32 tahun. Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan Dokumen Supersemar, dari awal kemunculannya, kontroversi isinya, hingga hilangnya fisik dokumen asli yang menjadi teka-teki nasional.
Latar Belakang Kelahiran Supersemar
Untuk memahami mengapa Dokumen Supersemar asli begitu penting, kita perlu mundur ke situasi politik Indonesia pada 1966. Negara dilanda gejolak hebat pasca peristiwa Gerakan 30 September (G30S). Tekanan dari berbagai pihak, terutama mahasiswa dan militer, mendesak Presiden Soekarno untuk mengambil tindakan guna memulihkan keamanan dan stabilitas.
Pada tanggal 11 Maret 1966, dalam sebuah sidang kabunet di Istana Merdeka, suasana menjadi tegang ketika diberitahu ada pasukan tak dikenal di sekitar istana. Presiden Soekarno kemudian memutuskan untuk berangkat menuju Istana Bogor, didampingi oleh sejumlah menteri loyalis.
Di hari itulah, tiga perwira tinggi militer—Mayjen Soeharto, Brigjen M. Jusuf, dan Brigjen Amir Machmud—menyusul ke Istana Bogor. Pertemuan inilah yang melahirkan Supersemar. Soekarno, dalam kondisi tertekan, konon memberikan mandat kepada Soeharto untuk mengambil langkah-langkah guna mengamankan negara.
Kontroversi Isi dan Berbagai Versi
Salah satu misteri terbesar Supersemar adalah tidak adanya kesepakatan tentang isi pastinya. Setidaknya, ada tiga versi Dokumen Supersemar yang beredar dan diakui oleh pihak-pihak berbeda:
- Versi Markas Besar Angkatan Darat (MBAD): Versi ini dianggap sebagai yang paling “resmi” pada masa Orde Baru. Isinya memberikan kewenangan penuh kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu bagi keamanan negara dan keselamatan Soekarno. Versi inilah yang menjadi dasar legal Soeharto untuk membubarkan PKI dan membersihkan unsur-unsur komunis.
- Versi Sekretariat Negara (Setneg): Versi ini memiliki perbedaan redaksional yang signifikan dengan versi MBAD. Kekuasaan yang diberikan kepada Soeharto tidak terlihat seluas versi MBAD. Beberapa analis menyebut versi ini lebih mendekati naskah yang ditandatangani Soekarno.
- Versi Soekarno: Soekarno sendiri dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa Supersemar yang ia tanda tangani hanyalah surat perintah untuk memulihkan keamanan, bukan untuk mengambil alih kekuasaan negara. Ia mengklaim isinya jauh lebih sederhana dan terbatas.
Perbedaan inilah yang memicu spekulasi: mana yang merupakan Dokumen Supersemar asli? Apakah terjadi pemalsuan atau pengubahan setelah penandatanganan?
Misteri Hilangnya Dokumen Fisik Asli
Inilah inti persoalan yang membuat Supersemar menjadi hantu dalam sejarah Indonesia. Dokumen Supersemar asli yang bertanda tangan basah Soekarno, secara fisik, TIDAK DITEMUKAN.
Pada tahun 1990-an, ketika rezim Orde Baru mulai goyah, isu tentang keaslian Supersemar mencuat. Pemerintah kemudian membentuk tim pencari untuk melacak dokumen asli tersebut. Hasilnya?
- Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyatakan tidak menyimpan dokumen aslinya.
- Sekretariat Negara juga tidak memiliki salinan fisik dengan tanda tangan asli.
- Markas Besar TNI pun tidak dapat menunjukkannya.
Pencarian yang melibatkan berbagai instansi negara ini gagal menemukan Dokumen Supersemar asli. Ketiadaan bukti fisik inilah yang semakin menguatkan dugaan bahwa telah terjadi manipulasi terhadap dokumen tersebut untuk kepentingan legitimasi politik.
Teori Lokasi Dokumen Supersemar Asli
Karena tidak ada bukti fisik yang muncul ke permukaan, beberapa teori berkembang mengenai keberadaan Dokumen Supersemar asli:
- Musnah atau Disimpan oleh Soeharto: Teori yang paling populer adalah dokumen asli sengaja dimusnahkan atau disimpan rapat-rapat oleh Soeharto dan kroni-kroninya. Alasannya, dokumen asli mungkin memiliki isi yang berbeda (mungkin lebih lemah) dari versi MBAD yang digunakan untuk mendirikan rezim Orde Baru. Menghilangkannya berarti menghilangkan bukti yang dapat menggugat legitimasi kekuasaannya.
- Masih Tersimpan di Keluarga Soekarno: Teori lain menyebutkan bahwa dokumen asli tidak pernah diserahkan sepenuhnya, atau masih disimpan oleh keluarga Soekarno sebagai bukti sejarah bahwa mandat yang diberikan tidak seluas yang diklaim Orde Baru.
- Tersimpan di Arsip Militer Rahasia: Kemungkinan dokumen masih ada di lemari besi rahasia suatu instansi militer, namun aksesnya sangat terbatas dan dirahasiakan untuk melindungi narasi sejarah tertentu.
Kesimpulan: Supersemar, antara Mitos dan Realita Sejarah
Hingga detik ini, pertanyaan “Dimanakah Dokumen Supersemar asli berada?” tetap tidak terjawab. Ketiadaan dokumen fisik asli menjadikan Supersemar lebih dari sekadar surat perintah, tetapi sebuah simbol yang penuh ambiguitas. Ia adalah fondasi yang rapuh dari sebuah rezim panjang, sebuah dokumen yang kekuatannya justru datang dari ketidakhadirannya.
Pencarian terhadap Dokumen Supersemar asli bukan hanya sekadar mencari selembar kertas berusia puluhan tahun. Ini adalah upaya untuk menemukan kebenaran sejarah, untuk memahami momen krusial yang membentuk wajah Indonesia modern. Selama dokumen itu tidak ditemukan, misteri Supersemar akan terus hidup, mengundang kita untuk terus bertanya dan menggali sejarah kita sendiri, di mana garis antara fakta dan fiksi seringkali samar.