Skandal Sambo Rekayasa TKP untuk Jatuhkan Putri Candrawathi?

Kasus pembunuhan Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) bukan hanya mengungkap pembunuhan berencana, tetapi juga skandal perekayasaan TKP yang rumit. Ferdy Sambo, sebagai otak intelektual, diduga kuat merancang skenario untuk melindungi istrinya, Putri Candrawathi, sekaligus menjatuhkannya sebagai satu-satunya tersangka. Bagaimana skenario ini diungkap dan dibongkar oleh penyidik?

sambo

Kronologi Awal: Skenario Pengalihan yang Gagal

Awalnya, kasus ini hendak ditutup dengan narasi “perkelahian” antara Brigadir J dan Richard Eliezer atau Bharada E, yang konon terjadi karena tindakan asusila terhadap Putri Candrawathi. Skenario yang dirancang Sambo ini memiliki beberapa elemen kunci:

  1. Penembakan yang Diskenariokan: Bharada E ditugaskan untuk menembak Brigadir J di lokasi kejadian perkara (TKP) di rumah dinas Sambo, SCBD, Jakarta Selatan.
  2. Pengaturan Posisi Mayat: Mayat Brigadir J dipindahkan dari tempat ia ditembak pertama kali ke tempat lain di TKP untuk menciptakan ilusi perkelahian.
  3. Penempatan Bukti Palsu: Senjata ilegal (GLOCK G19) sengaja diletakkan di dekat korban untuk mendukung narasi bahwa Brigadir J adalah pihak yang menyerang terlebih dahulu.
  4. Narasi Motif: Sambo menciptakan motif dengan menuduh Brigadir J melakukan pelecehan terhadap istrinya, sehingga memberikan alasan untuk tindakan “pertahanan diri” yang dilakukan oleh anak buahnya.

Namun, skenario ini mulai retak karena ketidakkonsistenan dalam cerita yang disampaikan para pelaku dan bukti forensik yang tidak sesuai.

Bukti Forensik yang Membongkar Rekayasa

Penyelidikan Timus Gabungan yang independen berhasil mengungkap ketidaksesuaian antara cerita awal dengan kondisi fakta di lapangan. Beberapa bukti kunci yang membongkar rekayasa TKP adalah:

  • Jarak Tembak: Hasil otopsi menunjukkan bahwa Brigadir J ditembak dari jarak sangat dekat (kontak dan near contact), bertentangan dengan narasi perkelahian yang biasanya terjadi dari jarak beberapa meter.
  • Trajektori Peluru: Arah dan jalur peluru pada tubuh korban tidak konsisten dengan posisi tubuh seperti yang coba digambarkan dalam skenario perkelahian.
  • Pola Darah dan Sidik Jari: Analisis TKP menunjukkan pola percikan darah yang tidak wajar jika terjadi perkelahian. Selain itu, ada upaya untuk membersihkan dan memanipulasi TKP, termasuk lantai yang terlihat baru dipel.
  • Rekaman CCTV yang Dimatikan: Fakta bahwa seluruh CCTV di rumah dinas Sambo dimatikan sebelum kejadian merupakan indikator kuat adanya kesengajaan dan perencanaan, bukan insiden spontan.

Bukti-bukti inilah yang kemudian mematahkan cerita awal dan memaksa Bharada E untuk mengungkap kebenaran bahwa ia hanya “melaksanakan perintah” dari Ferdy Sambo.

Motif Ganda: Melindungi atau Menjatuhkan Putri Candrawathi?

Pertanyaan besar muncul: mengapa Sambo merancang skenario yang justru menjadikan istrinya sebagai tersangka utama?

Pada awalnya, narasi “perlindungan” terhadap kehormatan Putri menjadi alasan. Namun, banyak analis dan pengamat hukum melihat ini sebagai strategi yang lebih dalam. Dengan menjadikan Putri sebagai “kambing hitam” awal, Sambo mungkin berharap:

  1. Mengalikan Emosi Publik: Kasus yang melibatkan motif asusila akan menciptakan bias dan kemarahan publik, sehingga mengaburkan fakta pembunuhan berencana.
  2. Menciptakan Simpati: Sambo bisa memposisikan diri sebagai suami yang membela kehormatan keluarga, mendapatkan simpati dari rekan-rekan polisi dan masyarakat.
  3. Strategi Hukum: Jika skenario berhasil, Putri akan dijadikan tersangka dengan tuduhan provokasi, sementara Sambo dan anak buahnya bisa lepas dengan hukuman yang lebih ringan atas nama pembelaan diri atau pembelaan orang lain.

Namun, ketika penyelidikan semakin mendalam dan tekanan publik membesar, strategi ini justru berbalik menjebak Sambo sendiri. Pengakuan Bharada E menjadi kunci yang mengungkap bahwa Sambo adalah dalang sesungguhnya, sementara posisi Putri bergeser dari tersangka utama menjadi bagian dari korban skenario suaminya sendiri, atau bahkan diduga sebagai pihak yang turut serta dalam konspirasi sebelum akhirnya juga menjadi tersangka.

Putri Candrawathi: Korban Skenario atau Pelaku Konspirasi?

Posisi Putri Candrawathi dalam kasus ini sangat kompleks. Di satu sisi, ia bisa dilihat sebagai korban dari skenario suaminya yang menjadikan namanya tercoreng dengan tuduhan palsu. Namun, di sisi lain, penyidik juga menemukan fakta bahwa ia tidak sepenuhnya pasif.

Putri diduga telah memberikan informasi yang memicu kemarahan Sambo, yang akhirnya berujung pada perencanaan pembunuhan. Ia juga diketahui tidak mengungkapkan kebenaran pada penyelidikan awal. Atas dasar ini, Kejaksaan Agung akhirnya menuntut Putri Candrawathi dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara atas perannya dalam konspirasi pembunuhan Brigadir J, dengan dakwaan pembantuan pembunuhan berencana.

Kesimpulan: Rekayasa yang Sempurna yang Gagal Sempurna

Skandal Sambo adalah contoh nyata bagaimana upaya untuk merekayasa kebenaran pasti akan gagal ketika dihadapkan pada metode penyelidikan modern yang teliti dan transparansi hukum. Rekayasa TKP yang awalnya dirancang sangat rapi untuk menjatuhkan Putri Candrawathi sebagai dalang tunggal justru menjadi bumerang yang mengungkap jaringan konspirasi yang melibatkan petinggi Polri.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi penegak hukum dan masyarakat tentang pentingnya integritas, serta bahwa kebenaran pada akhirnya tidak dapat dikubur oleh rekayasa dan kekuasaan sekalipun. Pengadilan menjatuhkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *