Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang melibatkan Ferdy Sambo bukan sekadar tragedi kriminal biasa. Kasus ini ibarat gunung es yang menyingkap sisi kelam institusi kepolisian, menyangkut abuse of power, manipulasi, dan pelanggaran kode etik yang masif. Salah satu pertanyaan paling menggelitik publik adalah: Apakah ini sebuah konspirasi Sambo yang mengorbankan anak buahnya sendiri untuk menyelamatkan jabatan dan reputasinya?

Artikel ini akan membedah secara mendalam rangkaian peristiwa, dinamika kuasa, dan kemungkinan motif terselubung di balik tindakan Ferdy Sambo, dengan fokus pada apakah anak buah menjadi tumbal dalam skema ini.
Latar Belakang: Ringkas Kronologi yang Memicu Teori Konspirasi
Ferdy Sambo, sebagai Irwasum Polri, adalah posisi yang sangat strategis dan powerful. Ia adalah “polisinya polisi”. Kasus ini berawal dari insiden di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022, dimana Brigadir J tewas ditembak. Versi awal yang dikonstruksi Sambo dan timnya menyatakan bahwa Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Richard Eliezer (Bharada E) setelah ketahuan melakukan pelecehan terhadap istri Sambo.
Namun, penyelidikan independent oleh Propam dan Bareskrim mengungkap kebohongan besar. Rekaman CCTV yang sengaja dimatikan, trajectory peluru yang tidak masuk akal, dan kesaksian yang berbelit-belit membongkar narasi tersebut. Terungkaplah bahwa pembunuhan ini direncanakan, dan Bharada E hanyalah “eksekutor” yang mengikuti perintah.
Analisis Konspirasi: Anak Buah sebagai Tumbal dalam Permainan Besar?
Istilah “anak buah” dalam konteks ini terutama merujuk pada Bharada E (Richard Eliezer) dan Kuat Ma’ruf (pengawal lainnya). Apakah mereka dikorbankan? Mari kita lihat berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
1. Eksploitasi Hierarki dan Loyalitas Buta
Dalam budaya institusi militer dan kepolisian, hierarki dan chain of command adalah segalanya. Seorang bawahan dilatih untuk patuh dan menghormati perintah atasan. Sambo, sebagai seorang Jenderal, memiliki kewibawaan dan otoritas mutlak atas anak buahnya, termasuk Bharada E.
Bharada E, yang masih muda dan berpangkat rendah, berada dalam posisi yang sangat rentan. Menolak perintah seorang Irwasum Polri bukanlah hal yang mudah. Sambo diduga kuat memanfaatkan loyalitas dan ketakutan ini untuk memerintahkan Bharada E melakukan eksekusi. Dalam persidangan, terungkap bahwa Sambo yang memberi perintah “serang saja” kepada Bharada E.
2. Penciptaan “Kambing Hitam” yang Sempurna
Skenario awal yang dibuat Sambo seolah-olah menjadikan Bharada E sebagai kambing hitam utama. Narasi baku tembak yang dibuatnya dirancang untuk membuat Bharada E terlihat sebagai pihak yang menembak pertama kali untuk membela diri. Jika skenario ini berhasil, maka:
- Sambo dan istrinya akan dilihat sebagai korban (pelecehan).
- Bharada E akan dipidana karena melakukan penembakan, meski dengan alasan membela diri.
- Sambo terbebas dari segala tuduhan dan reputasinya tetap bersih.
Dalam konteks ini, Bharada E jelas dikorbankan sebagai tumbal untuk menyelamatkan nama besar dan jabatan Ferdy Sambo. Ia adalah pion yang bisa dikorbankan dalam papan catur Sambo.
3. Ancaman dan Iming-iming Jabatan
Motif lain yang terungkap adalah soal karier dan jabatan. Bharada E dalam kesaksiannya menyatakan bahwa ia merasa tertekan dan takut. Selain itu, ada janji-janji atau iming-iming dari Sambo. Meski tidak selalu diucapkan secara eksplisit, hubungan atasan-bawahan dalam korps seringkali melibatkan “jatah” kenaikan pangkat atau jabatan yang lebih baik bagi yang loyal. Menolak perintah atasan bisa berarti mengakhiri karier. Ini adalah bentuk pengorbanan lain dimana anak buah dipaksa memilih antara mengikuti perintah kriminal atau menghadapi sanksi sosial dan struktural dalam institusi.
4. Kuat Ma’ruf dan Konspirasi Penghancuran Bukti
Selain Bharada E, anak buah lainnya seperti Kuat Ma’ruf juga diduga dilibatkan dalam konspirasi pasca-pembunuhan. Kuat diduga membantu mematikan CCTV dan ikut serta dalam merancang skenario kebohongan. Ini menunjukkan bahwa Sambo tidak segan mengajak serta beberapa anak buahnya yang lain untuk terlibat dalam konspirasi, sekali lagi memanfaatkan posisinya untuk mengamankan kejahatannya. Mereka semua, pada dasarnya, dikorbankan untuk melindungi satu orang: Ferdy Sambo.
Jabatan sebagai Motif Utama?
Pertanyaan “untuk jabatan?” mungkin sedikit kurang tepat. Pada titik ini, jabatan Sambo sudah sangat tinggi (Irwasum). Motif yang lebih kuat adalah untuk MEMPERTAHANKAN jabatan, reputasi, dan nama keluarganya.
Skandal pelecehan yang dilakukan oleh orang dalam rumahnya sendiri adalah aib besar yang bisa menghancurkan kariernya. Sebagai seorang yang memiliki power dan ego besar, Sambo mungkin merasa lebih mudah untuk “menghilangkan” masalah (Brigadir J) dan menutupinya dengan konspirasi rumit daripada menanggung aib tersebut. Ia memilih untuk mengorbankan anak buahnya demi melindungi citra, jabatan, dan kekuasaan yang sudah diraihnya.
Kesimpulan: Konspirasi yang Terbongkar, Pengorbanan yang Gagal
Ya, sangat jelas bahwa terdapat konspirasi Sambo yang dirancang untuk mengorbankan anak buahnya, terutama Bharada E, sebagai kambing hitam. Melalui eksploitasi hierarki, loyalitas, dan ketakutan, Sambo memanipulasi bawahannya untuk melaksanakan kejahatan dan menutupinya.
Namun, konspirasi ini akhirnya terbongkar. Keberanian Bharada E untuk berbalik menjadi justice collaborator dan sistem peradilan yang bekerja transparan berhasil memutus rantai konspirasi tersebut. Kasus ini menjadi pelajaran mahal tentang penyalahgunaan kekuasaan, betapa berbahayanya loyalitas buta, dan pentingnya pengawasan internal yang kuat dalam sebuah institusi.
Pengorbanan yang direncanakan Sambo untuk anak buahnya akhirnya berbalik menjatuhkannya sendiri. Bukannya menyelamatkan jabatan, justru ia harus menjalani hukuman seumur hidup dan mencoreng nama institusi yang ia cintai. Pada akhirnya, tidak ada yang menang dalam tragedi ini. Keadilan bagi Brigadir J ditegakkan, tetapi luka terhadap institusi Polri akan tetap membekas untuk waktu yang lama.