Buku Harian Yeonsangun yang Mengungkap Penyakit Mentalnya

Raja Yeonsangun dari Dinasti Joseon (berkuasa 1494-1506) sering dicatat dalam sejarah Korea sebagai tirani paling kejam dan sewenang-wenang. Pemerintahannya dipenuhi dengan pembersihan berdarah, pembunuhan para sarjana, dan dekrit yang tidak masuk akal. Selama berabad-abad, narasi sejarah hanya memandangnya sebagai monster. Namun, penemuan dan analisis modern terhadap catatan-catatan pribadinya, termasuk buku harian dan dokumen resmi yang terselamatkan, memberikan perspektif yang lebih kompleks dan tragis: kemungkinan besar Yeonsangun menderita penyakit mental yang parah, yang dipicu oleh trauma masa kecil yang mendalam.

Yeonsangun

Buku hariannya bukanlah jurnal pribadi dalam bentuk modern, melainkan kumpulan catatan harian yang dikenal sebagai “Ilgi” atau “Sillok” (Catatan Sejati) yang ditulis oleh para sejarawan istana. Meski bukan ditulis langsung oleh tangannya, catatan-catatan ini mendokumentasikan perkataannya, keputusannya, dan perilakunya dengan sangat detail, menjadi jendela yang mengungkap kondisi kejiwaannya.

Trauma Masa Kecil: Akar dari Semua Luka

Untuk memahami buku harian Yeonsangun, seseorang harus memahami trauma pembentukannya. Dia dilahirkan sebagai Yi Yung pada tahun 1476, putra dari Raja Seongjong dan selirnya, Selir Yun. Selir Yun adalah wanita yang sangat dicintai oleh Raja Seongjong, hingga membuat Ratu Jeonghyeon (permaisuri utama) cemburu.

Insiden yang Mengubah Segalanya: Pada tahun 1482, ketika Yi Yung berusia 6 tahun, ibunya, Selir Yun, dieksekusi dengan racun setelah被指控 (bèi zhǐkòng – dituduh) melakukan sihir dan meracuni sang ratu. Peristiwa ini dilakukan secara diam-diam. Yi Yung tidak pernah diberi tahu bahwa ibunya telah meninggal. Dia dibesarkan dengan kebohongan bahwa ibunya hanya diasingkan.

Dia baru mengetahui kebenaran yang mengerikan itu pada tahun 1494, tepat setelah kematian ayahnya dan dia naik takhta pada usia 18 tahun. Duka, kemarahan, dan pengkhianatan yang dirasakannya mustahil untuk dibayangkan. Trauma inilah yang menjadi bibit ketidakstabilan mentalnya.

Isi Buku Harian: Gejala-Gejala Gangguan Mental yang Terungkap

Catatan-catatan dari masa pemerintahannya menunjukkan pola perilaku yang konsisten dengan beberapa jenis gangguan kepribadian dan kejiwaan.

1. Paranoia dan Kecurigaan Ekstrem (Delusi Penganiayaan)

Yeonsangun hidup dalam ketakutan konstan akan konspirasi. Dia melihat musuh di mana-mana.

  • Contoh dalam Catatan: Dia memerintahkan eksekusi terhadap para pejabat yang sekecil apa pun menentangnya atau bahkan hanya memberikan nasihat yang tidak disukainya. Dia percaya bahwa para sarjana Confucian di Hongmungwan (Dewan Penasihat) dan para cendekiawan Sarangbang terus-menerus merencanakan untuk menggulingkannya, persis seperti bagaimana mereka (dalam pikirannya) menghancurkan ibunya.
  • Analisis Psikologis: Perilaku ini sangat mirip dengan Gangguan Kepribadian Paranoid atau bahkan Delusional Disorder, jenis penganiayaan. Dunia baginya adalah tempat yang bermusuhan di mana setiap orang berpotensi menjadi pengkhianat.

2. Amukan Kemarahan yang Tidak Terkendali (Ideal Kekaisaran)

Yeonsangun dikenal dengan ledakan amarahnya yang brutal dan tidak proporsional.

  • Contoh dalam Catatan: Salah satu peristiwa paling terkenal adalah ketika beberapa tinta terciprat pada portrait ayahnya oleh seorang pelayan. Yeonsangun marah besar dan memerintahkan eksekusi terhadap puluhan orang yang hadir, termasuk dayang-dayang dan pejabat, karena “tidak mencegah” insiden itu.
  • Analisis Psikologis: Ledakan agresi seperti ini dapat dikaitkan dengan Gangguan Kepribadian Ambang (Borderline Personality Disorder), yang sering ditandai dengan ketidakstabilan emosi, kemarahan yang intens, dan kesulitan mengendalikan impuls. Trauma ditinggalkan (oleh ibunya) adalah pemicu umum untuk gangguan ini.

3. Perilaku Grandiose dan Narsisme

Di antara amukannya, Yeonsangun menunjukkan tanda-tanda keagungan yang berlebihan. Dia melihat dirinya sebagai pusat mutlak dari alam semesta.

  • Contoh dalam Catatan: Dia mengubah Balai Cerametaphorically kerajaan menjadi kandang kuda pribadi dan menyuruh para pejabat tinggi merawat kudanya. Dia juga mendirikan Jungbang, kantor pribadi yang melewati birokrasi tradisional, untuk memusatkan semua kekuasaan padanya.
  • Analisis Psikologis: Perilaku ini menunjukkan Gangguan Kepribadian Narsistik, ditandai dengan kebutuhan akan kekaguman, kurangnya empati, dan keyakinan akan hak istimewa yang unik.

4. Ketidakmampuan untuk Memisahkan Fantasi dari Realita

Beberapa dekritnya begitu aneh sehingga menunjukkan pemutusan dari kenyataan.

  • Contoh dalam Catatan: Dia pernah melarang penggunaan kata-kata tertentu yang dianggap tidak beruntung. Dia juga memerintahkan pengumpulan wanita dari seluruh negeri untuk kesenangannya, menunjukkan keyakinan bahwa keinginannya adalah hukum tertinggi.
  • Analisis Psikologis: Ini bisa menjadi gejala psikosis, di mana pikiran kehilangan kontak dengan realitas. Dipicu oleh stres dan trauma yang tidak terselesaikan, hal ini dapat menyebabkan delusi dan halusinasi.

Interpretasi Modern vs. Pandangan Tradisional

  • Pandangan Tradisional (Neo-Confucian): Sejarawan zaman Joseon melihat Yeonsangun semata-mata sebagai “raja jahat” (poksang) — seorang penguasa yang moralnya rusak, tidak berbudi luhur, dan dikendalikan oleh nafsu. Ini adalah penjelasan yang sederhana dan berdasarkan nilai-nilai Confucian.
  • Interpretasi Modern (Psikologis-Historis): Melalui lensa modern, para sejarawan dan psikiater melihatnya sebagai korban sekaligus pelaku. Dia adalah produk dari sistem istana yang kejam dan trauma masa kecil yang sangat destruktif. Perilaku “kejam”-nya adalah gejala dari penyakit mental yang tidak diobati dan tidak dipahami pada zamannya. Ini tidak membenarkan tindakannya, tetapi memberikan penjelasan yang lebih manusiawi dan mendalam tentangnya.

Warisan dan Rekonsiliasi dengan Masa Lalu

Buku harian dan catatan Yeonsangun adalah pengingat yang suram tentang betapa berbahayanya kekuasaan absolut di tangan individu yang sakit mental. Itu juga menunjukkan pentingnya kesehatan mental dan dampak abadi dari trauma anak-anak.

Dengan menganalisisnya bukan sebagai monster, tetapi sebagai manusia yang rusak, kita dapat belajar pelajaran yang lebih bernuansa tentang sejarah:

  1. Pentingnya Transparansi: Kebohongan tentang kematian ibunya langsung memicu bencana.
  2. Dampak Trauma: Trauma yang tidak terselesaikan dapat melukai tidak hanya individu tetapi seluruh bangsa.
  3. Kebutuhan akan Empati Sejarah: Memahami konteks psikologis figur sejarah membantu kita memahami masa lalu dengan lebih lengkap, meskipun itu tidak mengubah penilaian moral atas tindakan mereka.

Kesimpulan

Buku harian Yeonsangun, dalam bentuk catatan sejarahnya, adalah dokumen tragis yang mengungkap perjalanan seorang pemuda yang terluka menjadi tirani yang ditakuti. Mereka adalah bukti bisu dari penderitaan mentalnya—sebuah seruan untuk bantuan yang tidak pernah datang dari dunia yang hanya melihatnya sebagai penguasa, bukan sebagai manusia yang hancur. Melihat Yeonsangun melalui kacamata penyakit mental bukanlah pembenaran, melainkan sebuah diagnosis sejarah yang penting untuk memahami kompleksitas gelap dari Dinasti Joseon dan sifat manusia itu sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *