Hilangnya Artefak Yeonsangun dari Catatan Sejarah Resmi

Raja Yeonsangun dari Dinasti Joseon sering dicatat dalam sejarah sebagai salah satu penguasa paling tiran dan kejam yang pernah memimpin Korea. Namun, di balik narasi kebengisannya yang terkenal, tersembunyi sebuah misteri yang lebih dalam: hilangnya artefak Yeonsangun dari catatan sejarah resmi. Di mana peninggalan, dokumen, dan benda-benda miliknya? Apakah ini merupakan kebetulan akibat pergolakan waktu, atau sebuah upaya terencana untuk memusnahkan memori akan pemerintahannya dari ingatan kolektif bangsa?

Yeonsangun

Artikel ini akan menyelami masa lalu untuk menginvestigasi fenomena penghilangan sistematis terhadap warisan Yeonsangun, mengeksplorasi motif di baliknya, dan menyoroti upaya modern untuk menemukan kembali kebenaran yang terhapus.

Siapa Yeonsangun? Raja yang Dihukum oleh Sejarah

Sebelum memahami hilangnya artefaknya, kita harus memahami konteks pemerintahan Yeonsangun (berkuasa 1494-1506). Dia adalah putra dari Raja Seongjong yang agung dan Ratu Yun, yang akhirnya dipecat dan diracuni karena kecemburuan dan intriknya.

Yeonsangun tumbuh dengan trauma tanpa mengetahui identitas ibunya yang sebenarnya. Ketika akhirnya mengetahui kebenaran tentang kematian ibunya, amarahnya meledak. Pemerintahannya berubah menjadi periode terror dan paranoia:

  • Pembersihan Para Sarjana: Dia membantai para sarjana Confucian dari Sarim (faksi literati) yang dianggapnya bertanggung jawab atas kematian ibunya, dalam peristiwa yang dikenal sebagai Pemurnian Para Sarjana Tahun 1504.
  • Pembubaran Kantor Penasehat Raja (Hongmungwan) dan mengubahnya menjadi arena berkuda pribadi.
  • Mendirikan Jungogweon, sebuah institusi yang khusus dibentuk untuk mengeksekusi, menyiksa, dan menganiaya siapa saja yang menentangnya.
  • Pajak yang Kejam dan kerja paksa untuk proyek-proyek pribadinya, seperti memperluas benteng dan membangun tempat hiburan mewah.

Akhirnya, pada 1506, sekelompok pejabat dan jenderal melancarkan kudeta yang berhasil. Yeonsangun digulingkan, diturunkan gelarnya menjadi “Pangeran Yeonsan” (secara efektif menghapus gelar kerajaannya), dan diasingkan hingga meninggal. Adik laki-lakinya naik takhta sebagai Raja Jungjong.

Penghapusan Sistematis: Motif di Balik Hilangnya Artefak

Pemecatan Yeonsangun bukan hanya pergantian penguasa; itu adalah upaya untuk “memulihkan” tatanan Confucian yang telah diinjak-injak. Penghapusan namanya dan peninggalannya adalah bagian integral dari proses ini.

1. Propaganda dan Legitimasi Penguasa Baru

Rezim Raja Jungjong perlu membangun legitimasinya. Cara paling efektif adalah dengan sepenuhnya mengutuk pendahulunya yang tiran. Dengan menghapus semua simbol dan peninggalan Yeonsangun, mereka secara metaforis (dan literal) “membersihkan” kerajaan dari pengaruh jahatnya. Ini adalah pesan yang jelas: era baru yang berbudi luhu dan Confucian telah dimulai, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan era lama yang korup harus dimusnahkan.

2. Penghukuman Post-Mortem dan Damnatio Memoriae

Dalam sejarah Korea dan Romawi kuno, terdapat konsep damnatio memoriae (pengutukan ingatan). Ini adalah hukuman terberat yang dapat dijatuhkan pada seorang penguasa setelah kematiannya: penghapusan nama, gambar, dan semua jejak mereka dari catatan sejarah dan monumen publik. Tindakan ini terhadap Yeonsangun adalah salah satu contoh paling jelas dalam sejarah Korea. Gelarnya dicabut, namanya dihapus dari daftar resmi raja, dan semua yang mengingatkannya pada kekuasaan dihancurkan.

3. Kemarahan Rakyat dan Penjarahan

Setelah digulingkan, kemarahan rakyat yang telah lama tertahan pasti meluap. Istana, paviliun, dan properti pribadi Yeonsangun (seperti Jungogweon dan tempat hiburan pribadinya) menjadi target utama amuk massa. Benda-benda yang terkait dengannya mungkin dihancurkan atau dijarah karena dianggap membawa sial atau tercemar.

4. Penulisan Ulang Sejarah yang Disengaja

The Annals of the Joseon Dynasty (Joseon Wangjo Sillok) adalah catatan sejarah yang sangat detail. Namun, catatan tentang masa pemerintahan Yeonsangun ditulis oleh para pemenang kudeta. Sementara Sillok berusaha objektif, sudut pandangnya pasti bias. Benda-benda fisik yang dapat memberikan narasi alternatif atau menyoroti sisi lain Yeonsangun (jika ada) kemungkinan sengaja dimusnahkan untuk memastikan hanya satu versi sejarah—versi para pemimpin kudeta—yang bertahan.

Apa Saja Artefak yang Hilang?

Jadi, benda apa saja yang kemungkinan besar sengaja dihilangkan?

  • Dokumen Pribadi dan Maklumat Kerajaan (Sajo): Maklumat yang dikeluarkan atas namanya mungkin ditarik dan dimusnahkan.
  • Potret Kerajaan (Eojin): Potret resmi raja adalah simbol kedaulatan. Sangat mungkin potret Yeonsangun dibakar secara publik sebagai bentuk penghinaan tertinggi.
  • Peninggalan dari Proyek-proyek Pribadinya: Benda-benda dari Jungogweon, paviliun hiburan, atau proyek konstruksinya yang megah.
  • Barang-barang Pribadi: Pakaian, perhiasan, senjata, atau perabotan yang digunakan secara eksklusif olehnya.
  • Prasasti dan Plakat: Prasasti apa pun yang memuat namanya atau memperingati pencapaiannya mungkin dipecahkan atau dihapus tulisannya.

Mencari Jejak yang Tersisa: Apakah Ada Artefak Yeonsangun yang Selamat?

Meskipun upaya penghapusan hampir total, beberapa jejak masih bertahan, seringkali secara tidak langsung atau melalui catatan sejarah.

  1. The Annals of the Joseon Dynasty (Joseon Wangjo Sillok): Ironisnya, sumber utama yang mengutuknya justru menjadi artefak terpenting yang mempertahankan “keberadaannya”. Sillok secara detail mencatat kekejamannya, tetapi juga melestarikan kata-kata dan tindakannya, meskipun melalui lensa yang sangat negatif. Volume tentang pemerintahannya bahkan diberi label khusus “Yeonsangun Ilgi” (Buku Harian Yeonsangun), mengisolasi catatannya dari raja-raja “resmi” lainnya.
  2. Lokasi Fisik: Situs-situs yang terkait dengan kekejamannya, seperti lokasi Jungogweon, masih dapat ditelusuri (meskipun tidak ada bangunan aslinya yang tersisa). Istana Gyeongbokgung, yang dia tinggali, adalah rekonstruksi kemudian, menghapus jejak arsitekturnya.
  3. Budaya Populer: Narasi tentang Yeonsangun justru hidup subur dalam budaya populer—drama televisi, film, dan novel. Meskipun sering fiksi, karya-karya ini menjaga namanya tetap ada dalam kesadaran publik, jauh melampaui apa yang diharapkan oleh para pemimpin kudeta.

Kesimpulan: Sejarah yang Ditulis oleh Para Pemenang, tetapi Diingat oleh Semua

Hilangnya artefak Yeonsangun bukanlah sebuah kekosongan yang kebetulan. Itu adalah luka yang disengaja pada ingatan kolektif bangsa, sebuah operasi propaganda yang sangat sukses oleh Dinasti Joseon untuk menstabilkan pemerintahan dan memulihkan tatanan ideology Confucian.

Namun, penghapusan total tidak pernah mungkin tercapai. Dengan menghancurkannya, para penggantinya justru menciptakan sebuah mitos—sebuah peringatan tentang bagaimana seorang raja bisa jatuh menjadi tirani dan bagaimana sebuah bangsa memilih untuk mengingatnya. Ketiadaan artefak Yeonsangun itu sendiri adalah artefak yang paling powerful. Itu adalah bukti bisu tentang betapa dalamnya rasa takut dan kebencian terhadapnya, dan pengingat abadi bahwa sejarah seringkali adalah narasi yang ditulis oleh mereka yang berkuasa, tetapi kebenaran—betapa pun gelap dan rumitnya—selalu menemukan cara untuk bertahan, bahkan hanya melalui ketiadaannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *