Dalam khazanah sejarah dan budaya Nusantara, sedikit benda pusaka yang menyimpan aura misteri dan tragedi sebesar Keris Empu Gandring. Lebih dari sekadar senjata, keris ini adalah simbol ambisi, pengkhianatan, dan kutukan yang tak terelakkan. Kisahnya yang tercatat dalam Pararaton (Kitab Raja-Raja) telah membentuk narasi kelam tentang awal berdirinya Kerajaan Singhasari dan keruntuhan tragis para tokohnya.

Artikel ini akan mengupas tuntas misteri, sejarah, dan legenda di balik keris sakti yang mengubah jalannya sejarah Jawa ini.
Siapa Empu Gandring? Sang Empu Sakti dari Tumapel
Sebelum mengenal kerisnya, kita harus mengenal pembuatnya. Empu Gandring adalah seorang empu (pandai besi sekaligus ahli spiritual) yang termasyhur pada abad ke-13 di wilayah Tumapel (sekarang bagian dari Malang, Jawa Timur). Kehebatannya dalam menempah besi dan memasukkan unsur-unsur spiritual ke dalam karyanya membuatnya sangat disegani. Kemampuannya bukan hanya menciptakan senjata yang tajam dan indah, tetapi juga senjata yang memiliki “isi” atau kekuatan gaib.
Reputasilah yang kemudian menarik perhatian seorang pemuda ambisius bernama Ken Arok, yang saat itu masih menjadi pengawal Tunggul Ametung, Akuwu (Bupati) Tumapel.
Pesan Ken Arok dan Kelahiran sebuah Karya Agung
Ken Arok, yang didorong oleh ambisi menjadi penguasa, mendatangi Empu Gandring dengan sebuah pesanan khusus: sebuah keris yang sangat sakti dan dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Ken Arok meminta keris itu jadi hanya dalam waktu satu tahun.
Empu Gandring, yang dikenal sangat teliti dan perfeksionis, awalnya keberatan. Proses penempaan keris yang sempurna membutuhkan waktu yang tidak sebentar; mulai dari memilih bahan besi dan pamor, menempa, melipat, membentuk, hingga melakukan ritual-ritual spiritual untuk mengisi keris tersebut. Namun, desakan Ken Arok yang sangat kuat akhirnya membuat sang empu menyetujui pesanan itu.
Kutukan Abadi: “Kerisnya akan meminta korban nyawa, termasuk dirimu dan keturunanmu!”
Empu Gandring bekerja tanpa henti untuk memenuhi permintaan Ken Arok. Namun, karena terburu-buru, ia tidak dapat menyempurnakan keris tersebut sesuai dengan standarnya. Ketika waktu yang ditentukan hampir habis, Ken Arok datang untuk mengambil pesanannya.
Saat memeriksa keris itu, Ken Arok kecewa. Menurutnya, keris itu “belum sempurna” dan terkesan dibuat asal-asalan. Kemarahan dan kekecewaannya memuncak. Dalam amarah yang tak terkendali, Ken Arok mengambil keris itu dan menikamkannya ke tubuh Empu Gandring.
Sekarat, Empu Gandring mengeluarkan kutukan yang legendaris dan abadi:
“Hei, Ken Arok, kamu serta keturunanmu hingga tujuh generasi akan mati oleh keris Gandring!”
Kutukan itu menjadi benang merah yang menghubungkan setiap tragedi berdarah dalam perjalanan Ken Arok dan kerajaannya.
Rantai Tragedi Berdarah: Kutukan yang Terpenuhi
Kutukan Empu Gandring bukanlah sekadar umpatan sekarat. Ia terwujud dalam serangkaian peristiwa berdarah yang dramatis:
- Pembunuhan Tunggul Ametung: Dengan menggunakan Keris Empu Gandring, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, atasannya, untuk merebut istri sang akuwu, Ken Dedes, dan takhta Tumapel. Ini adalah korban pertama keris itu.
- Kematian Kebo Ijo: Ken Arok dengan licik menjadikan Kebo Ijo, seorang pengawal yang percaya, sebagai kambing hitam. Keris itu “dipinjamkan” kepada Kebo Ijo hingga terkenal sebagai miliknya. Setelah pembunuhan, semua orang menyangka Kebo Ijo-lah pelakunya, dan ia pun dihukum mati.
- Kematian Ken Arok sendiri: Ken Arok menjadi pendiri Kerajaan Singhasari. Namun, kutukan akhirnya datang padanya. Anusapati, anak kandung Ken Dedes dan Tunggul Ametung (yang dianggap sebagai anak Ken Arok), mengetahui rahasia kematian ayah kandungnya. Dengan menggunakan Keris Empu Gandring yang sama, Anusapati membunuh Ken Arok saat sedang tidur.
- Rantai Pembunuhan Berantai: Kutukan terus berlanjut. Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya (putra Ken Arok dari selir). Tohjaya kemudian tewas akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Rantai kekerasan ini dianggap sebagai wujud dari kutukan “tujuh turunan” yang diucapkan Empu Gandring.
Apa yang Terjadi pada Keris Empu Gandring?
Setelah digunakan oleh Anusapati untuk membunuh Ken Arok, jejak Keris Empu Gandring dalam sejarah seolah-olah menghilang. Pararaton tidak lagi mencatat secara jelas keberadaannya. Ada beberapa spekulasi tentang nasib akhir keris tersebut:
- Dihilangkan atau Dirusak: Kemungkinan keris itu dianggap terlalu berbahaya dan penuh kutukan, sehingga sengaja dibuang, dikubur, atau bahkan dirusak untuk memutus rantai kutukannya.
- Disimpan sebagai Pusaka: Kemungkinan lain, keris itu disimpan sebagai pusaka kerajaan yang sangat dijaga, tetapi aksesnya sangat terbatas karena aura negatifnya.
- Hilang secara misterius: Seperti banyak benda pusaka lainnya, keris ini mungkin hilang ditelan zaman, entah di mana lokasinya sekarang.
Makna Filosofis dan Pelajaran dari Legenda Keris Empu Gandring
Di balik narasi mistis dan dramatisnya, kisah Keris Empu Gandring mengandung nilai-nilai filosofis yang dalam:
- Konsekuensi dari Keserakahan dan Ambisi: Kisah ini adalah peringatan tentang bahaya ambisi yang tak terkendali. Ken Arok mencapai tujuannya, tetapi harus membayarnya dengan nyawanya dan keturunannya.
- Karma dan Keadilan Kosmis: Kutukan tersebut dapat dilihat sebagai bentuk karma. Setiap tindakan jahat (membunuh empu, berkhianat, membunuh atasannya) pada akhirnya menuai hasil yang setimpal.
- Senjata adalah Pisau Bermata Dua: Keris adalah alat. Ia bisa digunakan untuk kebaikan (sebagai pelindung) atau kejahatan (sebagai pembunuh). Nasib keris ini ditentukan oleh niat dan cara manusia menggunakannya.
- Kesabaran dan Profesionalisme: Konflik bermula ketika Ken Arok menolak untuk menghargai proses dan waktu yang dibutuhkan untuk menciptakan sebuah mahakarya. Ini mengajarkan pentingnya kesabaran dan menghormati seorang ahli dalam bidangnya.
Warisan dan Penggambaran dalam Budaya Populer
Keris Empu Gandring telah menjadi bagian dari budaya populer Indonesia. Kisahnya sering diadaptasi dalam:
- Sinema dan Sinetron: Beberapa film dan sinetron kolosal tentang Ken Arok selalu menampilkan keris ini sebagai plot device yang crucial.
- Sastra dan Komik: Cerita ini menjadi inspirasi bagi banyak penulis dan ilustrator.
- Diskusi Sejarah dan Mistis: Keris ini tetap menjadi topik panas dalam diskusi tentang sejarah Jawa, mitologi, dan dunia mistis Nusantara.
Kesimpulan
Keris Empu Gandring lebih dari sekadar legenda. Ia adalah metafora yang kuat tentang kekuatan, pengkhianatan, dan hukum sebab-akibat yang abadi. Meskipun keberadaan fisiknya mungkin telah hilang, kisahnya terus hidup, mengingatkan setiap generasi bahwa ambisi buta dan pengkhianatan akan selalu menuai akibat yang tragis. Misteri tentang di mana keris itu sekarang mungkin tidak akan pernah terungkap, tetapi kutukan dan pelajarannya akan tetap abadi, terukir dalam sejarah dan budaya Indonesia.