Istilah “boneka elite dunia” sering kali dilemparkan secara simplistik untuk menggambarkan pemimpin negara tertentu, termasuk Raja Thailand. Narasi ini menuding bahwa sang Raja hanyalah figur yang dikendalikan oleh kekuatan kapitalis global atau kelompok elit internasional yang tak terlihat. Namun, untuk memahami posisi Raja Thailand yang sebenarnya, kita perlu menyelami kompleksitas sistem monarki Thailand, kekuatan konstitusionalnya, serta dinamika politik dalam negeri yang unik. Daripada sekadar boneka, realitanya jauh lebih rumit dan menarik.

Mengenal Institusi Monarki Thailand: Lebih dari Sekadar Simbol
Monarki Thailand, atau yang dikenal sebagai Institusi, bukanlah monarki seremonial seperti yang ada di beberapa negara Eropa. Institusi ini memiliki akar sejarah yang dalam dan peran yang secara tradisional sangat sentral dalam penyatuan dan stabilitas bangsa.
- Pemersatu Nasional: Raja dianggap sebagai pemersatu bangsa, figur paternal yang berada di atas politik praktis. Selama masa kerusuhan politik, raja sering kali dilihat sebagai penengah tertinggi.
- Legitimasi dari Masa Lalu: Raja-raja dari dinasti Chakri, terutama Raja Bhumibol Adulyadej (Rama IX), ayah dari Raja sekarang, membangun warisan yang sangat dihormati melalui dedikasi mereka pada proyek-proyek pembangunan rakyat. Warisan ini memberikan legitimasi dan kekuatan moral yang sangat besar pada institusi kerajaan.
- Hubungan dengan Militer: Monarki memiliki hubungan historis yang sangat erat dengan militer Thailand. Militer sering kali menyatakan diri sebagai pelindung monarki, dan sebaliknya, dukungan dari istana memberikan legitimasi penting bagi kudeta dan rezim militer.
Raja Maha Vajiralongkorn: Kekuasaan yang Diperkuat, Bukan Dilemahkan
Sejak naik takhta pada tahun 2016, Raja Maha Vajiralongkorn (Rama X) telah mengambil serangkaian langkah yang justru menunjukkan penguatan kekuasaan pribadi dan kontrol langsung, bertolak belakang dengan gambaran seorang “boneka” yang tidak berdaya.
1. Penguasaan Aset dan Kekayaan Pribadi yang Langsung
Raja Vajiralongkorn secara langsung mengelola properti dan kekayaan yang sangat besar. Dia mendapatkan kendali penuh atas Biro Properti Mahkota, yang mengelola aset milik kerajaan senilai puluhan miliar dolar AS, termasuk tanah premium di Bangkok. Seorang “boneka” biasanya tidak akan memiliki kendali langsung atas sumber daya finansial sebesar ini.
2. Penguatan Kontrol atas Militer
Raja adalah Panglima Tertinggi angkatan bersenjata Thailand. Berbeda dengan ayahnya, Raja Vajiralongkorn telah mengambil peran yang lebih langsung:
- Memindahkan beberapa unit militer penting langsung di bawah komando komando kerajaan.
- Secara pribadi menunjuk dan promoting perwira militer yang loyal.
- Tinggal secara permanen di Jerman pada periode tertentu, tetapi tetap mengendalikan urusan militer dan negara dari sana, menunjukkan kendali aktif dari jarak jauh.
3. Perubahan Konstitusi
Raja baru meminta perubahan pada konstitusi yang disusun oleh junta militer. Perubahan tersebut memungkinkannya untuk memerintah dari luar negeri tanpa perlu menunjuk seorang wali dan, yang lebih penting, memberikan kepadanya kendali langsung atas Dewan Penasehat Kerajaan yang berpengaruh. Langkah ini secara hukum memusatkan lebih banyak kekuatan ke dalam tangannya.
Lese Majeste: Hukum yang Melindungi Kekuasaan, Bukan Elite Global
Hukum Lèse-Majesté (Pasal 112 KUHP Thailand) adalah alat yang sangat kuat yang melindungi institusi kerajaan dari kritik. Hukum ini menjatuhkan hukuman berat (hingga 15 tahun penjara per tuduhan) bagi siapa pun yang dianggap menghina, mencemarkan nama baik, atau mengancam Raja, Ratu, atau Penerus Takhta.
Keberadaan dan penegakan hukum yang keras ini bertentangan dengan narasi “boneka elite dunia”. Jika Raja hanyalah pion, mengapa diperlukan mekanisme hukum yang begitu represif untuk melindungi citra dan wibawanya? Hukum ini justru berfungsi untuk melindungi kedaulatan dan otoritasnya dari pengaruh internal, bukan eksternal.
Jadi, Siapa yang Sebenarnya Berkuasa? Jaringan Kekuasaan yang Simbiosis
Alih-alih menjadi boneka, Raja Thailand lebih tepat digambarkan sebagai pusat dari jaringan kekuasaan yang simbiosis dan kompleks yang melibatkan:
- Elite Monarkis: Keluarga kerajaan dan orang-orang dalam istana.
- Elite Militer: Jenderal-jenderal top yang loyal dan mendapatkan legitimasi serta posisi mereka dari hubungan dengan istana.
- Elite Bisnis Tua (Oligarki): Keluarga-keluarga kaya yang bisnisnya terkait erat dengan kebijakan negara dan proyek-proyek kerajaan.
Raja memegang kekuasaan konstitusional, finansial, dan simbolik yang sangat besar. Kelompok elite lainnya—terutama militer—bergantung pada Raja untuk legitimasi mereka. Pada saat yang sama, Raja bergantung pada kesetiaan militer untuk melindungi institusinya dari ancaman, baik dari politisi terpilih maupun dari gerakan protes rakyat.
Politik Thailand adalah permainan aliansi yang rumit antara kekuatan-kekuatan ini. Raja bukanlah pemain yang pasif; dia adalah aktor utama yang secara aktif mengelola aliansi ini untuk mempertahankan dan memperkuat posisinya serta stabilitas institusi yang dipimpinnya.
Kesimpulan: Bukan Boneka, Tapi Aktor Utama yang Berdaulat
Narasi bahwa Raja Thailand adalah boneka elite dunia adalah penyederhanaan yang berbahaya dan tidak akurat. Narasi ini gagal menangkap esensi sebenarnya dari kekuasaan di Thailand. Bukti menunjukkan bahwa Raja Maha Vajiralongkorn justru telah memusatkan dan mengkonsolidasikan kekuasaan yang luar biasa—secara finansial, militer, dan konstitusional—ke dalam tangannya sendiri.
Dia bukanlah pion yang dikendalikan dari luar negeri, melainkan seorang penguasa yang berdaulat dan sangat berkuasa yang memainkan permainan politik yang rumit dengan aktor-aktor dalam negeri. Kekuatannya bersumber dari warisan sejarah, hukum yang represif, kontrol atas kekayaan yang masif, dan aliansi strategis dengan militer. Memahami ini adalah kunci untuk memahami dinamika politik Thailand yang sebenarnya, yang jauh lebih kompleks daripada sekadar teori konspirasi tentang boneka global.