Tiongkok, sebuah negara dengan luas daratan yang hampir setara dengan seluruh Eropa, bukanlah sebuah negara monolitik dengan budaya yang seragam. Negara ini adalah sebuah mozaik yang kaya dan kompleks, terdiri dari 56 suku bangsa yang secara resmi diakui oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok. Suku Han memang merupakan kelompok mayoritas yang dominan, namun 55 suku minoritas lainnya menyumbangkan warna, tradisi, bahasa, dan kekayaan budaya yang tak ternilai bagi identitas nasional Tiongkok.

Pemahaman tentang kelompok-kelompok etnis ini adalah kunci untuk memahami sejarah, konflik, kebijakan, dan masa depan Tiongkok yang sebenarnya. Artikel ini akan mengajak Anda mengenal lebih dekat keberagaman menakjubkan ini.
Suku Han: Mayoritas yang Mendominasi
Suku Han merupakan tulang punggung demografis Tiongkok, membentuk sekitar 91.6% dari total populasi menurut sensus terbaru. Asal-usul nama “Han” berasal dari Dinasti Han (206 SM – 220 M), yang dianggap sebagai zaman keemasan dalam sejarah Tiongkok.
Budaya Han sering disamakan dengan “budaya Tiongkok” secara keseluruhan di mata dunia—mulai dari bahasa Mandarin sebagai lingua franca, festival seperti Tahun Baru Imlek, hingga ajaran Konfusianisme dan Taoisme. Namun, penting untuk diingat bahwa Tiongkok jauh lebih dari sekadar budaya Han.
55 Suku Minoritas: Penjaga Warisan Budaya yang Unik
Meski hanya mencakup 8.4% populasi, suku-suku minoritas menempati hampir 60% wilayah Tiongkok, terutama di daerah perbatasan, pegunungan, dan plateau yang kaya akan sumber daya alam. Masing-masing suku memiliki bahasa (atau dialek), pakaian tradisional, agama, festival, dan adat istiadatnya sendiri.
Mereka dikategorikan berdasarkan garis linguistik dan geografis. Berikut adalah beberapa suku minoritas yang paling dikenal:
1. Suku Zhuang (壮族)
- Populasi: Terbesar di antara suku minoritas (lebih dari 18 juta jiwa).
- Lokasi: Daerah Otonomi Guangxi Zhuang.
- Ciri Khas: Terkenal dengan nyanyian rakyatnya, festival “Nyanyian Ketiga Bulan” (Sanyuesan), dan tradisi pertanian padi yang kuat.
2. Suku Manchu (满族)
- Populasi: Sekitar 10 juta jiwa.
- Lokasi: Terutama di Liaoning, serta tersebar di Tiongkok Timur Laut.
- Ciri Khas: Memiliki sejarah gemilang sebagai pendiri Dinasti Qing (1644-1912). Pakaian tradisional mereka, qipao (cheongsam), telah menjadi ikon mode Tiongkok.
3. Suku Hui (回族)
- Populasi: Sekitar 11 juta jiwa.
- Lokasi: Tersebar di seluruh Tiongkok, dengan komunitas besar di Ningxia.
- Ciri Khas: Mayoritas beragama Islam. Mereka sering disebut sebagai “Muslim Tiongkok” dan secara budaya sangat dekat dengan Suku Han, kecuali dalam hal keyakinan agama dan diet (halal).
4. Suku Uyghur (维吾尔族)
- Populasi: Sekitar 11 juta jiwa.
- Lokasi: Daerah Otonomi Xinjiang Uyghur.
- Ciri Khas: Beragama Islam, berbahasa Turkik, dan secara budaya lebih dekat dengan Asia Tengah. Mereka terkenal dengan musik, tarian, dan buah-buahannya seperti melon dan anggur.
5. Suku Tibet (藏族)
- Populasi: Sekitar 6 juta jiwa.
- Lokasi: Daerah Otonomi Tibet, Qinghai, dan bagian barat Sichuan.
- Ciri Khas: Memiliki budaya yang sangat distintif yang dipengaruhi oleh Buddhisme Tibet. Mereka dikenal dengan seni Thangka, festival Shoton, dan kehidupan nomaden di Plateau Tibet.
6. Suku Miao (苗族) / Hmong
- Populasi: Sekitar 9 juta jiwa.
- Lokasi: Guizhou, Yunnan, Hunan, dan Guangxi.
- Ciri Khas: Terkenal dengan kerajinan peraknya yang rumit dan pakaian adatnya yang sangat berwarna-warni dan dihiasi bordir serta perhiasan perak.
7. Suku Mongol (蒙古族)
- Populasi: Sekitar 6 juta jiwa.
- Lokasi: Daerah Otonomi Mongolia Dalam.
- Ciri Khas: Memiliki warisan nomaden yang kuat dari Genghis Khan. Mereka terkenal dengan festival Naadam yang menampilkan gulat, pacuan kuda, dan panahan.
8. Suku Yi (彝族)
- Populasi: Sekitar 8 juta jiwa.
- Lokasi: Sichuan, Yunnan, Guizhou, dan Guangxi.
- Ciri Khas: Menggunakan sistem penulisan suku asli yang unik dan merayakan Festival Obor yang spektakuler.
9. Suku Naxi (纳西族)
- Populasi: Relatif kecil (sekitar 300.000 jiwa).
- Lokasi: Yunnan, khususnya di Lijiang.
- Ciri Khas: Mempertahankan budaya Dongba kuno, yang merupakan salah satu sistem pictograph terakhir yang masih digunakan di dunia.
Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Modern
Pemerintah Tiongkok secara resmi menganut kebijakan “persatuan dalam keberagaman”. Mereka memberikan otonomi terbatas di daerah-daerah dengan konsentrasi minoritas tinggi, seperti Xinjiang, Tibet, Guangxi, Ningxia, dan Mongolia Dalam.
Kebijakan affirmative action seperti kuota dalam pendidikan dan keringanan aturan anak satu (kini sudah tidak berlaku) juga diterapkan. Namun, kebijakan ini sering berjalan beriringan dengan upaya asimilasi budaya yang kuat, promosi bahasa Mandarin, dan kontrol ketat terhadap ekspresi separatisme, yang menimbulkan ketegangan di beberapa wilayah, khususnya Xinjiang dan Tibet.
Di era modern, globalisasi dan migrasi internal besar-besaran ke kota-kota membuat banyak anak muda dari suku minoritas mulai kehilangan bahasa dan tradisi leluhurnya. Upaya pelestarian budaya menjadi tantangan besar di abad ke-21.
Kesimpulan: Sebuah Mozaik yang Berdenyut
56 suku bangsa di Tiongkok bukan sekadar angka statistik. Mereka mewakili warisan kemanusiaan yang sangat berharga, dengan ribuan tahun sejarah, bahasa, dan kebijaksanaan tradisional. Mengenal mereka berarti memahami bahwa Tiongkok adalah sebuah peradaban yang disatukan oleh banyak budaya, bukan sebuah entitas budaya tunggal. Kekayaan negara ini justru berasal dari keanekaragaman suku bangsanya yang mempesona, masing-masing dengan cerita uniknya sendiri yang terus ditulis hingga hari ini.